Senin, 29 Juni 2009

wahid institusi training singkretisme agama

Wahid Institute Training Singkretisme Agama Oleh Prince of Jihad pada Sun 23 Mar 2008, Pemuda Kristen diajari pluralisme agama. Mereka diajarkan Islam dan diajak “magang” ke pondok pesantren. Upaya pembodohan masyarakat, dan adu domba sesama Muslim untuk menangkan opini dan aspirasi kristiani. Benarlah firman Allah: “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (munafik) bersegera mendekati Yahudi dan Nasrani...” ( Qs. 5:52). THE Wahid Institute, sebuah LSM yang kerap meng-kampanyekan prinsip libe-ral Islam mengadakan ke-las tentang Islam dan plu-ralisme untuk kaum muda Kristen. LSM yang dipra-karsai oleh mantan pre-siden Abdurrahman Wahid ini bekerjasama dengan Crisis Center Gereja Kris-ten Indonesia (GKI) meng-adakan kelas itu dalam em-pat pertemuan.Sebanyak 30 orang muda Kristen, termasuk mahasiswa, penulis, wartawan, penyiar radio, dan ak-tivis sosial, ikut meng-hadiri pertemuan pertama selama tiga jam tentang Islam dan Umat Agama lain, yang diadakan di aula dari institut yang terletak di Ja-karta Pusat itu tanggal 18 Januari lalu.Pertemuan akan di-adakan setiap Jumat ma-lam dan berlangsung hing-ga 8 Februari 2008. Para peserta akan diajak lang-sung dalam program live-in selama tiga hari di se-buah pesantren di Yogya-karta. Pertemuan berikut-nya, kaum muda Kristen ini akan diajari mem-bicarakan “Peta dan Gera-kan Islam Kontemporer.” Yaitu, “Islam, Politik, dan Formalisasi Syari’at-Syari’at Islam; serta Islam dan Problem Keumatan.”Koordinator training sinkretis ini, Moqsith Ga-zali yang juga salah satu missionaris Jaringan Islam Liberal (JIL) mengatakan kepada UCA News, “Kuri-kulum kelas itu dibentuk lewat konsultasi dengan beberapa staf Sekolah Teologi Protestan, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara yang dikelola Yesuit, serta beberapa pendeta.”Menurut Moqsith, maksud di belakang prog-ram yang merupakan salah satu media untuk mening-katkan dialog antaragama itu, adalah untuk mem-bantu orang non-Muslim yang mau belajar Islam dan pandangan Islam ten-tang pluralisme secara langsung dari tangan per-tama, kutip sebuah situs Kristen.Bahan-bahan yang di-publikasikan oleh institut, yang memiliki moto See-ding Plural and Peaceful Islam (Menyemai Islam yang Damai dan Plural), itu mengatakan bahwa institut itu bertujuan untuk mewujudkan prinsip-prin-sip dan cita-cita intelektual Abdurrahman Wahid un-tuk membangun pemikir-an Islam moderat yang mendorong terciptanya demokrasi, pluralisme agama-agama, multikul-turalisme dan toleransi di kalangan kaum Muslim di Indonesia dan seluruh dunia.Abdurahman Wahid dan Maftuh Kholil adalah pembicara pada pertemu-an pertama 18 Januari. Kholil, seorang aktivis dia-log antaragama, adalah ke-tua NU Kota Bandung, ibukota Propinsi Jawa Barat, tempat ia juga me-ngelola sebuah pesantren.Izin Bangun GerejaSebagaimana dikutip UCA News, Abdurahman Wahid kepada kaum muda Kristen itu mengaku, ada pandangan pluralitas da-lam Islam. Ia mengutip da-ri al-Qur’an: “Bagi Kalian agama kalian, bagiku aga-maku.” Ini, katanya, “ada-lah esensi pluralisme –orang boleh menganut agama yang berbeda-beda.”Situs itu juga mengu-tip, Abdurahman Wahid mengakui ia sendiri jika ia mengalami kesulitan me-mahami al-Qur’an. “Maka kalian juga harus meme-riksa Kitab Suci kalian dengan teliti. Tak bisa begitu saja,” katanya.Kepada mantan pre-siden yang pernah dikejar-kejar masyarakat karena pembelaannya terhadap Yayasan Doulos Jakarta (2004), seorang peserta juga menceritakan tentang serangan terhadap gereja-gereja oleh kelompok Islam tertentu dan meminta ban-tuannya. Peserta bernama Renata itu, meminta agar Gus Dur dan NU melin-dungi kegiatan agama Kris-ten dan membantu umat Kristiani mendapat ijin untuk membangun gereja. “Umat Kristen perlu dukungan umat Muslim,” kata wanita itu kepada Wahid, seraya berharap agar Gus Dur “membantu kami mengatasi berbagai masalah dalam meng-hadapi umat Muslim lain.”Dalam ceramahnya, Kholil menjelaskan enam prinsip bermasyarakat Nabi Muhammad sebagai konsekuensi logis meng-hadapi masyarakat Madi-nah yang heterogen plura-listik: al-Musawa (keseta-raan) dan al-Ikha (persau-daraan), al-Hurriyyah (ke-bebasan), al-Tadafu (saling melindungi), al-Taawun (saling membantu), al-Ishlah (perdamaian), dan al-Tasamuh (toleransi).Ia mengatakan aksi pertama yang dilakukan nabi itu di Madinah adalah mendeklarasikan Shahifah Madinah (Piagam Madi-nah), “yang intinya komit-men bersama bahwa se-luruh warga adalah berupa satu kesatuan masyarakat yang senantiasa bekerja-sama membangun dan me-ngatasi masalah-masalah sosial yang timbul di Madi-nah.”Tapi tidak seperti ke-lompok JIL, Fahmina, dan oportunis lainnya, yang menjual agama serta men-jadi kacung Yahudi-Nas-rani untuk kepentingan perut. Di negara Madinah, Rasulullah dan kaum Muslim memiliki otoritas kekuasaan. Mengajak se-mua komponan negara -tanpa membedakan suku, agama- untuk membangun negara bersama guna me-negakkan Syari’at Islam.Islam EkslusifMenurut Kholil, ke-tua Pengurus Besar NU, KH Said Agiel Siradj, me-ngatakan dalam akhir sam-butannya pada pertemuan 10 November itu: "Bagi NU yang mayoritas harus melindungi yang mino-ritas. Itu prinsip NU. NU siap menjadi tumbal ke-selamatan keutuhan Re-publik Indonesia."Kursus yang sedang berjalan saat ini adalah Kelas Islam dan Pluralisme keempat. Program se-belumnya diberikan untuk para pendeta dan teolog Protestan. Dalam sebuah makalahnya yang disam-paikan pada kaum muda Kristen, Marzuki Wahid, salah satu pemateri, mem-bagi Islam dalam beberapa kategorisasi. Ia membagi “Islam ekslusif” (tertutup) dan “Islam Inklusif” (oportunis). Marzuki yang juga pemeluk Islam Liberal dari Fahmina Institute Cirebon ini memasukkan NU orga-nisasi senafas sebagai “Islam Inklusif”. Namun memasukkan Ormas-ormas Islam seperti; DDII, FPI, MMI, HTI, dan Persis sebagai “Islam Ekslusif”. “Dalam bacaan saya, masuk dalam kategori ini secara umum adalah organisasi DDII, LDII, FPI, MMI, HTI, HT, Persis, dan sebagian orang Muhammadiyah. Kedua, Islam yang berorientasi pada kerahmatan semesta (rahmatan lil 'âlamîn), yakni ”Islam Inklusif”. Masuk dalam kategori inklusif secara umum adalah organisasi NU, orang-orang (bukan ke-organisasiannya) Muham-madiyah, al-Washliyah, Perti, al-Kahirat, dan Nahdlatul Wathan,” katanya.

Minggu, 28 Juni 2009

wajah di balik cadar

Wajah di balik Cadar
Wajah dalam cermin itu tampak sengsara. Kornea mata kanan memerah-saga karena pembuluh darah sekitarnya pada pecah. Pipi bagian kiri memar membiru. Bibir terluka dan membengkak. Siksaan yang berhasil memorak-porandakan wajah yang semula cantik jelita. Petronela Perdita tak dapat mengenali wajahnya sendiri. Lelah memandang wajah lara di kaca, Petronela alias Nela memejamkan mata. Peristiwa sadis kemarin sore muncul kembali dalam ingatannya. Mario datang dengan wajah garang, lalu menyeret dirinya dari kamar kemudian dibenturkan pada kusen pintu sehingga pipinya biru lebam. Tangan kiri Mario melayang menerpa matanya, sementara tangan yang lain memecahkan bibir dan menghitamkan dagunya. Sumpah serapah yang tak jelas, berhamburan dari mulut Mario sambil pergi meninggalkan Nela dengan derita rohani jasmaninya. ''Sabaaar! Orang sabar dikasihi Allah,'' hibur Ibu Yulia, mertuanya, dua tahun lalu ketika Nela mulai dibantai Mario pertama kali. ''Sabaaar Nak!'' kata-kata itu diucapkan Ibu Yulia setiap kali Nela dijagal suaminya, Mario, tanpa sebab yang jelas dan berlangsung rutin selama dua tahun. ''Slogan gombal!'' protes Nela membatin. ''Menyuruh bersabar tanpa batas waktu. Memberikan harapan akan dikasihi Allah tanpa penjelasan lanjutan, kapan kasih Allah itu datang.'' Meski batinnya memprotes keras, Nela memilih bersikap sabar. Karena itu dia tidak menangkis pukulan, tidak juga menanyakan alasan mengapa dirinya dipukul dan ditendang. Selama dua tahun enam bulan menjadi istri Mario, dia berusaha menata diri dengan cermat sehingga luput dari kesalahan ucapan, tindakan, bahkan juga bebas dari angan-angan buruk. Petronela Perdita adalah istri yang sempurna. Cantik, cerdas dan santun dalam setiap ucapan serta tindakan. Jam dinding berdentang dua belas kali. Nela terbangun dari lamunannya. Nela menatap wajah sengsara di cermin. Wajahnya sendiri. Ia mencoba tersenyum, tetapi wajah di cermin tampak menyeringai karena bibirnya tidak lagi simetris. Diolesnya lipstik merah-marun. Hasilnya seperti segumpal daging tanpa bentuk, karena bibir itu membengkak. Bagaimana mungkin ia muncul dengan wajah yang seperti itu. Lebih tidak mungkin lagi, kalau dirinya tidak hadir dalam upacara nanti. Nela menghela napas panjang lalu memejamkan mata tak berdaya. Ana datang dalam ingatannya. Adiknya, Ana, pramugari sebuah perusahaan penerbangan dengan rute luar negeri datang setahun lalu pada hari ulang tahun Nela yang ke-32. Ketika itu Nela sedang mengobati kepalanya yang terluka dipukul Mario dengan sepatu. ''Sudahlah mbak Nela. Nunggu apa lagi. Cerai sekarang juga,'' desak Ana. ''Tidak An. Cerai bukan penyelesaian,'' sahut Nela. ''Nanti kamu mati, dicincang....'' ''Biarin,'' sahut Nela. ''Kamu itu istri paling bodoh sedunia. Dipukuli, dihina malah betah menjadi istri bajingan itu,'' cecar Ana sengit. ''Suamiku Mario bukan bajingan, An.'' ''Ya sudah. Ini oleh-olehku dari Beirut,'' kata Ana sambil memberikan bingkisan kecil. Nela mengambil bingkisan kecil itu dari laci meja rias lalu, membukanya. Sehelai kerudung hitam dan secarik kain transparan. Cadar buatan Beirut Libanon. Dipakainya kerudung. ''Mater Dolorosa,'' ia berucap tanpa sadar. ''Bunda Dukacita.'' Julukan bagi Bunda Maria. Nela menggeleng. Julukan itu tidak tepat bagi dirinya. Kerudung Bunda Maria berwarna biru, kerudungnya berwarna hitam. Duka Bunda Maria karena Yesus, putranya disiksa dan disalibkan di depan matanya sendiri. Duka Nela tidak terumuskan. Orang-orang menyebutnya kebodohan, karena tidak mau lari dari penderitaan. Yang lain menyebutnya kepasrahan yang bebal. ''Terserah mau disebut apa. Yang pasti aku tak ingin lari dari posisiku sebagai istri Mario,'' kata Nela dalam hati. Dipakainya cadar, maka tertutuplah wajahnya oleh kain transparan. Jam dinding berbunyi sekali. Pukul satu. Nela tersentak mendapatkan dirinya hanya berkemben handuk. Dia baru saja mandi untuk mengikuti upacara. Nela melepas handuk di tubuhnya. Sangat indah dalam bentuk, ukuran, dan warna kulitnya. Sayang di sana-sini tampak bekas luka dan memar. Parutan hitam melintang di dadanya. Bekas goresan cincin kawin di tangan Mario ketika merenggut BH di tubuh Nela hanya karena berwarna hitam. ''Kampungan!'' teriak Mario ketika itu. ''Nyonya Mario MBA memakai kutang hitam. Ayo bukaaa!'' jerit Mario sambil menarik BH itu dengan sangat keras dan kasar sehingga cincin kawin di jari manisnya mengikis dan memarut kulit dada Nela. Pedihnya, perih sekali. Pada bagian perut terdapat noda kecokelatan hasil sabetan raket tenis dari tangan Mario tiga bulan lalu, ketika Mario akan mengikuti turnamen tenis amal untuk pembelaan hak-hak wanita. Kawasan di bawah perut halus mulus tanpa noda. Paha bagian luar terdapat memar memanjang hasil sepakan kaki Mario dan pada bagian betis terdapat bekas luka hasil pecahan botol bir yang dicampakkan Mario. Nela tercenung menimbang, gaun apa yang pantas dan dapat menutup semua noda itu. Ia membuka lemari. Diraihnya sebuah gaun yang belum pernah dipakainya. Gaun beludru hitam panjang yang dapat menutup dari leher hingga ke betis. Dipakainya gaun itu, kemudian meletakkan kerudung hitam di kepala dan memasang cadar Libanon di wajahnya. Tertutuplah semua noda dan derita. Yang tampak adalah sosok yang anggun semampai dengan tubuh yang berisi dan putih bersih. Seperti itulah ia tampil empat tahun lalu di kantor Bank Grasia dan langsung diterima sebagai sekretaris direksi. Pak Atmadibrata, pemilik bank itu, memintanya menjadi maskot perusahaannya. Maka, wajah Petronela Perdita terpampang di mana-mana bersama iklan poster, baliho dan leaflet Bank Grasia, bank yang bonafid. Bank yang lolos dari badai dan turbulensi politik dan ekonomi. Bank yang berpihak pada pengusaha kecil dan menengah yang tak mempan digoyang kurs dan ekonomi dunia. Petronela Perdita hadir dalam impian dan rayan-rayan para eksekutif muda. Entah karena apa, Nela menerima lamaran Bapak Atmadibrata untuk menjadi istri Mario, lengkapnya Mario Atmadibrata MBA, yang sedang berada di Los Angeles. Pernikahan yang semarak dan meriah. Lima ribu undangan terpukau dan terpesona menyaksikan acara yang rapi dan mempelai yang bersanding serasi. Menyusul berbulan madu. Nela ingin berbulan madu di luar negeri, tetapi tidak berani mengatakannya. Akhirnya mengikuti kemauan Mario berbulan madu ke Taman Wisata Labuan Bajo. Dari atas Villa Warloka di puncak bukit, tampak puluhan gugusan pulau tersebar di permukaan teluk di bawah sana. Diperlukan waktu sebulan berbulan madu, tujuannya agar kedua mempelai dapat saling mengenal, karena sebelumnya Mario menghabiskan lebih dari separuh usianya di Los Angeles. Pernikahan tanpa rasa cinta. Keduanya sangat menyadari hal itu. Satu-satunya yang menjadi ikatan adalah rasa sayang mereka pada Bapak dan Ibu Atmadibrata yang sangat baik hati. ''Aku tahu, kamu sangat disayang papa dan mama,'' kata Mario di minggu kedua bulan madu. ''Tidak ada artinya bagiku tanpa kasih dan cinta dari manusia yang kusebut suami...,'' sahut Nela. Mario merangkul dan melumat bibirnya lalu berjanji untuk membangun rasa saling cinta. Bukan janji hampa, karena Mario menunjukkan cintanya dengan memberikan apa saja yang diinginkan Nela. Celakanya Nela tidak punya keinginan apa-apa kecuali mendambakan belaian, ucapan dan perlakuan yang lembut dari Mario. Dari hari ke hari Nela semakin yakin kalau Mario tak dapat memenuhi harapannya. Hidup bergelimang uang tanpa kasih sayang. Nela dihujani uang, diberi cek, diserahi credit card begitu sering, sesering tangan Mario menampar dan meninjunya. Nela sungguh tidak mengerti apa yang terjadi dalam diri suaminya. Ia berusaha untuk mencari tahu misteri dalam diri Mario tanpa beranjak dari rumah. Informasi berdatangan lewat telepon, faksimile, sms, dan internet. Dari kantor Bank Grasia, orang kepercayaan Nela mengirim faks menjelaskan bahwa Dewan Direksi memutuskan untuk memberi gaji penuh setiap bulan kepada Mario tanpa harus masuk kantor, karena tidak ada jabatan yang cocok untuk dirinya. Mario sama sekali tidak becus bekerja. Konsepnya liar, spekulatif dan cenderung menyeret Bank Grasia ke jurang kehancuran. Karena itu, tanpa mengurangi haknya untuk berfoya-foya, Mario dipersilakan untuk tidak masuk kantor. Begitu tertulis dalam faksimile. ''Aneh!'' desis Nela, usai membaca faks itu. ''Sarjana manajemen jebolan Amerika tidak becus bekerja di bank Indonesia.'' Telepon berdering. ''Hallo Nel, sorry. Agak terlambat ngasi tau kamu,'' suara telepon. Terbayang Mbak Hermina, seniornya di Bank Grasia yang kemudian dipersunting oleh Mr. Steven van Nassau dari Bank Dunia. ''Orang-orang Indonesia di Los Angeles menjelaskan, bahwa Mario Atmadibrata itu berengsek. Nggak kuliah. Hidupnya berfoya-foya.'' Nela menahan napas, suara di telepon berlanjut, ''Ijazah MBA yang sekarang dibangga-banggakan seratus persen palsu. Teman-temannya preman hitam di L.A.'' ''Terima kasih untuk informasinya Mbak Hermina,'' suara Nela lirih. Petronela termangu. Haruskah ia katakan hal itu kepada Bapak dan Ibu Atmadibrata, lalu membiarkan kedua orang itu jantungan? ''Tidak!'' tegas Nela dalam hatinya. ''Salib derita ini kupanggul sendiri". Ketika Mario mulai aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, Nela memberi dukungan. Ia sempat bangga melihat Mario tampil di sebuah televisi swasta dalam acara debat terbuka dengan topik "Hak-hak Wanita". Tampaknya Mario sangat menguasai persoalan. Lambat laun ketahuan kalau semuanya tidak murni. Ia menggunakan uang agar tampil, dan membayar penulis untuk mendapatkan naskah ucapan. Singkatnya Mario menggunakan uang agar dapat tampil dan terkenal serta dihormati. Hati Nela geram. Ini komedi yang tak lucu. ''Sabaar!'' suara Bu Yulia selalu terdengar manakala hatinya marah. "Iya bu. Saya akan selalu sabar,'' suara hati Nela. Rasanya Allah tidak akan menolong hanya karena kita sabar. Harus ada usaha. Maka Nela berusaha merancang hari esoknya dengan uang yang diberikan oleh Mario. Kalau besok Mario mencampakkannya, dia harus mampu tegak di atas kakinya sendiri. Pikir Petronela. Setiap kali Mario pergi dan menginap entah di mana, Nela juga pergi untuk memanfaatkan uang yang diberikan Mario. Setahun lalu Nela tahu kalau Mario pergi bersama wanita lain. ''Sabaar...,'' ucap Bu Yulia setiap kali menemukan Nela sendirian. Nela diam seribu bahasa. Tidak tega merobek hati Ibu mertuanya dengan cerita buruk tentang Mario. Biarlah Mario hadir sebagai pahlawan atau kesatria dalam hati orang tuanya. Sebagai istri, Nela telah siap menerima Mario apa adanya. Bahwa Mario adalah pemuda mentah yang dikarbitkan, dibesar-besarkan dan diberi tanggung jawab yang kelewat besar di luar kemampuannya. Gagal kerja di bank ayahnya, Mario berlagak aktif di lembaga-lembaga sosial sekadar pelarian dan mencari jalan untuk dikenal. Ternyata ia diterima bukan karena visi atau konsepsinya melainkan karena uangnya. Mario lalu ingin berkuasa. Tidak sanggup melalui koridor politik, ia memakai uang. Maka ia berkuasa atas wanita-wanita yang bisa dibawanya ke hotel-hotel. Ia juga berkuasa mutlak atas Nela dan diperlakukan semena-mena. Itulah sesungguhnya sosok Mario Atmadibrata. Dugaan Nela ternyata benar. Kemarin, setelah memukul Nela, Mario pergi ke luar kota bersama wanita lain, entah siapa. Berita di koran dan televisi pagi tadi membenarkan hal itu. Nela menghela napas lalu memakai sepatu. Kakinya terasa sangat sakit karena jari kakinya lecet terinjak Mario. Bapak Atmadibrata muncul beriringan dengan Ibu Yulia. Tanpa suara, tanpa mengucapkan sepatah kata, keduanya merangkul Nela bergantian. ''Kita berangkat Nak!'' kata Pak Atmadibrata mengajak Nela. Jam dinding berdentang ganda. Pukul dua. Ketiganya masuk dalam satu mobil lalu meluncur pergi. Nela bertekad untuk menjaga cadar di wajahnya agar tidak jatuh. Orang-orang tidak perlu tahu tentang keadaan wajahnya akibat kekejaman Mario, suaminya. Cadar itu dapat menjaga citra Mario. Biarlah Mario tetap dianggap pria flamboyan yang humanis, lembut, dan ramah. Sarjana unggulan dan suami panutan. Dusta demi kebaikan bukanlah dosa, pikir Nela. Iringan mobil yang sangat panjang meluncur ke arah terbenamnya matahari, lalu membelok memasuki gerbang besi Purgatori, sebuah pemakaman elit. Mata ribuan hadirin yang terfokus ke liang lahat beralih ke sosok bergaun hitam yang perlahan mendekat. ''Istri almarhum,'' bisik hadirin berantai. Nela melangkah anggun dengan kerudung dan cadar transparan menutupi wajahnya. Kisah tentang kecantikan Nela diestafetkan dari mulut ke mulut. Wajahnya terpampang di seantero kota bersama iklan Bank Grasia. Orang-orang yang belum pernah melihatnya penasaran dan berharap agar cadar itu jatuh atau dibuka oleh Nela. Usai disembahyangkan, wakil pihak keluarga menyampaikan sambutan berisi ucapan terima kasih untuk kesudian menghadiri upacara pemakaman itu. ''Mario adalah anak kebanggaan yang telah berhasil memenuhi impian dan harapan orangtuanya. Ia berhasil meraih gelar MBA di Amerika. Bank Grasia mekar dan bersinar berkat gagasan cemerlang almarhum. Sayang, dia belum sempat menimang anak, sudah dipanggil pulang oleh Yang Maha Kuasa. Semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan YME sesuai amal baktinya. Sebelum kami akhiri sambutan ini, perlu kami jelaskan dan jernihkan berita-berita yang muncul di koran dan televisi, pagi dan siang tadi. Berita itu tidak benar. Sungguh tidak benar almarhum Mario keluar kota dengan wanita lain. Almarhum pergi....'' ''Dengan saya,'' sela Nela lantang dan meyakinkan. Perlahan ia membuka cadar penutup muka. Ditimpa mentari senja, wajah Nela tampak nyata. Kornea mata memerah, pipi merah dan bibir membengkak. Hadirin mengelus dada bersyukur karena wanita cantik itu tidak senasib Putri Diana. Diawali batuk-batuk kecil, wakil keluarga bersuara, ''Kita patut bersyukur karena istri almarhum yaitu Nyonya Petronela Perdita Atmadibrata hanya mendapat cedera ringan.'' Hadirin menyambutnya dengan suara dengungan, bernada syukur dan kagum karena Nela berhasil selamat dalam musibah itu. Mentari makin condong ke barat. Yang tertinggal di makam itu hanya Nela dan beberapa orang temannya. Ia puas dan bangga karena berhasil membangun kembali citra suaminya yang sudah jatuh. Nela juga berhasil mengukir citra dirinya sebagai istri yang setia dan tabah. Setia mengikuti suami sampai detik terakhir hayatnya dan tabah menghadapi musibah yang menimpa suami serta dirinya. Mata hadirin di pemakaman tadi menunjukkan bahwa mereka sangat percaya pada kesaksian Nela. ''Terima kasih, Nak,'' ucap Pak Atmadibrata kepada Nela di rumah keluarga Atmadibrata yang besar, luas, dan megah itu. ''Kamu membela Mario sampai ke liang lahat,'' timpal Bu Yulia. ''Karena dia sudah pergi, tak ada lagi yang perlu dirahasiakan,'' kata Pak Atmadibrata, lalu melanjutkan, ''Sudah setahun lalu kami tahu kalau Mario itu enggak benar. Ijazah MBA-nya palsu. Enggak becus kerja. Kegiatan sosialnya hanyalah pelarian dan untuk menghamburkan uang. Bapa dan Ibu juga tahu tentang wanita-wanita hiburannya. Kami kagum akan kesabaranmu. Sungguh luar biasa.'' Ibu Yulia membelai rambut Nela dan mengecup pipinya sambil berbisik lembut, ''Kau adalah anak kami yang sesungguhnya. Jaga rumah ini sebagai milikmu. Bapak dan Ibu kembali ke kampung.'' Ketika matahari Maret menyingsing di ufuk timur, Nela berada di halaman rumahnya yang sangat luas di perbukitan Cinere, siap untuk meninjau usahanya, yaitu rumah makan di kawasan puncak dan hotel di kawasan pantai serta perusahaan furnitur yang dibangun dengan uang yang diterima dari Mario. Dia juga pemilik sah Bank Grasia dan rumah mewah megah yang dulu didiami bapak dan ibu Atmadibrata. Barangkali itu wujud welas asih Allah atas kesabarannya. Bekasi, 12 Maret 2002

rumah duka

Rumah Duka Cerpen Ratih Kumala Dimuat di Kompas 07/06/2008 Hal pertama yang muncul di kepala saat laki-lakiku menamatkan sisa nyawanya adalah; mungkin perempuan itulah yang lebih kehilangan dibanding aku, istri sahnya. Ketika itu jarum jam menggenapkan pukul tiga pagi. Anak perempuanku menangis berteriak memanggil-manggil nama papahnya, gema suaranya menyayat ke sudut-sudut koridor rumah sakit. Aku menangis tertahan. Sedang anak laki-lakiku menjadi bisu dan dingin. Entah siapa yang mewartakan, tahu-tahu perempuan itu muncul di depan kamar rumah sakit ini. Wajahnya menghitam karena duka. Ia hendak masuk ke kamar ini, mendekati mayat suamiku. Tapi aku tak membiarkannya. "Tolong..., hormati keluarga kami yang sedang berduka," desisku. Ia menghentikan langkah, menatapku sebentar, lantas berbalik dan berlalu. Mungkin sambil menangis. Kami segera mengurus segala hal untuk kremasi. Rumah duka kami booking. Rangkaian bunga duka cita dari kolega-kolega suamiku mulai berdatangan. Hari ini, mayatnya dirias, sebelum diistirahatkan. Tujuh belas tahun! Tujuh belas tahun! Perempuan itu mencuri tujuh belas tahun dari tiga puluh empat tahun pernikahan kami. Aku mengumpat sambil memilih jas terbaik untuk suamiku. Aku selalu tahu, suamiku suka mencicipi banyak perempuan. Seperti kesukaannya mencicip makanan di banyak restauran (kami tak punya restauran favorit keluarga, acara makan malam di luar rumah selalu berpindah lokasi). Aku tahu, dan diam-diam aku tak keberatan, dengan syarat; perempuan-perempuan itu tetap sebagai 'makanan' dan bukan sebagai 'anjing'. Ya, sebab jika sudah menjadi 'anjing', berarti dia dipelihara. Kadang jika ketahuan baru 'jajan', aku akan marah-marah. Tapi toh, diam-diam aku tak keberatan, selama jajanan tak dibawa ke rumah. Aku punya alasan sendiri untuk ini. Ia biasa beralasan tugas di luar kota, atau pulang pagi karena lembur, dan sampai di kamar ini, tanpa melepaskan kemejanya ia langsung tidur mendekap guling mirip udang. Tapi ia tetap milikku, pulang ke padaku. Hingga si jalang itu datang ke kehidupan kami. Penyanyi kafe jazz bersuara berat, berusia pertengahan dua puluh, berkulit agak gelap, dan (tentu saja) lebih langsing dariku. Aku mengobrak-abrik lemari, mencari sebuah dasi sebagai pelengkap pakaian suamiku. Ada banyak dasi, tapi yang kumaksud belum juga ketemu. Dasi yang kubelikan di Singapura. Suamiku sejak kecil berlatih saksofon. Ada masa ia ingin menjadi seorang musisi, tetapi orangtuanya tak setuju. Ia mengubur impiannya. Menahan saksofon untuk sekadar hobi. Kupandangi kotak saksofon yang ditinggal empunyanya. Kubuka, warnanya masih mengkilat. Beberapa hari sebelum masuk rumah sakit, suamiku sempat membersihkan saksofon ini. Kini ia teronggok bisu di dalam kotak. Jazz adalah musik sejati suamiku. Aku pun penyuka musik, tapi sungguh... sampai ajal suamiku, aku tetap tak bisa menikmati jazz. Aku lebih suka pop dengan nada-nada slow. Musik-musik orang kebanyakan. Musik yang bisa dinikmati semua orang. Musik yang tidak eksklusif. Perhatianku teralih ke lemari lagi, masih mencari dasi yang kumaksud. Mungkin, awalnya perempuan itu hanya 'makanan', tapi ia makanan yang diramu oleh chef yang andal, jadilah suamiku ketagihan. Lama kelamaan, 'makanan' itu menjelma jadi 'anjing' peliharaan. Entah kenapa, aku jadi malah membongkar seisi lemari, bahkan lemari bagian pakaianku pun isinya sudah bertebaran di lantai kamar kami. Ranjang di kamarku serasa hangat, seperti tuntas ditiduri sosok manusia malam itu. Malam ketika Bim meninggal dunia. Dari pukul sembilan aku berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa. Sudah satu minggu Bim masuk rumah sakit, dan aku (tentu saja) tak bisa menengoknya. Siapalah aku, orang luar perusuh rumah tangga orang. Meski aku cinta setinggi langit sedalam lautan, itu tak mengubah apa pun. Apalagi statusku. Tujuh belas tahun lalu, Bim muncul dalam hidupku. Saat malam-malam aku masih menyanyi di sebuah kafe jazz. Dia datang bersama sekelompok teman. Salah satu dari mereka diperkenalkan sebagai istrinya, yang naga-naganya tak terlalu menikmati musik jazz. Tapi Bim kulihat sangat menghayati lagu-lagu yang kami suguhkan. Lalu, ketika ben kami istirahat sejenak, dan panggung kosong, Bim tiba-tiba maju. Dengan percaya diri ia mengeluarkan saksofon milik pribadi dan meminta ijin untuk memainkannya. Smoke Gets in Your Eyes mengalun. Aku yang tadinya hendak mengistirahatkan suara, jadi tertarik untuk bernyanyi dengan iringan tiupan saksofon Bim. Aku langsung menyambar mikrofon. Pengunjung kafe bersorak dengan penampilan kami. Bim mulai jadi pengunjung setia kafe jazz. Awalnya, masih bergerombol dengan teman-temannya (kadang pula dengan istri). Lama kelamaan, teman yang ikut makin sedikit, dan akhirnya, ia lebih sering datang sendiri. Setelah ketujuh kalinya datang solo, ia menunggu hingga kafe tutup jam dua pagi. Lantas menawariku untuk diantar pulang. Ketika itu, aku sudah sangat tahu bahwa ia kerap datang hanya untuk melihatku. Kami tak langsung pulang, ia menawariku makan tengah malam. Satu-satunya tempat makan yang masih buka jam segitu, yang nyaman untuk ngobrol, adalah restauran di hotel berbintang. Kami berbincang tentang musik. Dari situ aku tahu, ia adalah pengagum Louis Armstrong. Betapa selera kami sama, dan itu adalah pemantik. Sebab hari itu berakhir dengan check-in. "Istrimu..., apa dia tidak mencarimu?" "Dia tahu, aku sering kerja sampai pagi." Jam lima pagi, kami check-out. Ia mengantarku pulang ke kos. Aku melanjutkan tidur dalam damai. Seks yang hebat, pikirku, habis ini ia tak akan pernah muncul lagi karena yang diinginkan sudah ia dapat. Tak pernah terpikir, bahwa malam itu hanya awal dari tujuh belas tahun hubungan kami berikutnya. Hingga ia diambil Tuhan. Aku terbiasa tidur dengan ranjang yang dingin. Ia pulang ke tempat istrinya, dan hanya datang kalau sedang alasan tugas ke luar kota. Atau mampir ketika waktu makan siang. Tak sekadar untuk sex after lunch, lebih dari itu... ia bahkan datang hanya untuk makan masakanku. Ya, kami kucing-kucingan macam ini. Tapi malam itu, malam ketika ia diambil Tuhan, ranjangku hangat. Aku bisa mencium odornya di bantal, di selimut, di guling. Ia selalu tidur mirip keluwing, dengan guling didekap erat. Bahkan aku bisa merasakan aroma sisa percintaan kami. Kupandangi parfumnya di meja riasku, dan selembar celana pendeknya yang tergantung di pintu. Sedikit barang yang sengaja ditinggalkannya di sini. Aku tahu ia di rumah sakit mana, meski aku tak pernah mengunjunginya. Aku harus menemuinya! Harus! Aku tak pernah menyangka bahwa suamiku akan mati terlebih dahulu. Gagal ginjal sudah lama mengancamku di sudut jalan dengan belatinya. Aku selalu bersiap ia menggorok leherku, dan mencongkel nyawaku. Bertahun-tahun aku harus menjalani cuci darah. Bertahun-tahun pula aku mencari donor ginjal. Meski kedua anakku menawarkan satu ginjal mereka untukku, aku tak mau menerimanya. Lebih baik aku cuci darah seumur hidup, ketimbang menerima ginjal itu. Sebab itu berarti aku merampas masa depan mereka. Tak sia-sia, aku menemukan ginjal di India. Malah suamiku yang tiba-tiba anfal. Maut memang suka bergurau dengan hidup. Inilah kenapa, aku diam-diam tak keberatan suamiku 'jajan'. Rumah duka mulai penuh. Aku tak berhasil menemukan dasi yang kumaksud. Ia terlihat tampan dengan setelan jas Armani miliknya. Ah, harusnya kuminta ia dipakaikan kaos panjang model turtle neck saja. Dipadu dengan jas ini, tentu keren dan lebih terlihat muda. Kenapa pula aku harus memilih kemeja, kalau dasi yang kumaksud tak ketemu. Perempuan itu, si jalang itu... aku tahu, ketika lama aku dirawat di rumah sakit, atau berobat ke luar negeri, pasti suamiku pergi ke rumahnya. Pembantuku yang lapor. Katanya, "selama Nyonya pergi, Tuan juga tidak pulang." Anak-anak lebih menjaga perasaanku, tak mau mengadukan perihal macam ini. Hal yang menyebabkan aku sedih Aku tahu, suamiku masih sayang padaku. Cinta mungkin sudah tidak. Tapi sayang, masih. Dia terlihat sedih ketika lama aku sakit. Kadang membawakan makanan yang kusuka. Aku tak memakannya, karena dokter melarangku. Toh, aku cukup senang dengan perhatiannya. Maka ketika pembantuku lapor demikian, meski marah (dan sejatinya aku tak punya kekuatan untuk marah), diam-diam aku bersyukur; ada orang lain yang mengurus suamiku, melayaninya dengan baik. Bahkan bisa diajaknya perempuan itu bertukar pikiran tentang jazz yang tak pernah kupahami. Kupikir, masakkah perempuan itu cuma mau mengeruk harta suamiku? Sebab jika ya, tak mungkin usia hubungan mereka sampai belasan tahun. Sehari setelah suamiku meninggal, aku baru bisa memahami air mataku. Bahwa ia mengalir untuk 'bapak dari anak-anakku' yang kini jadi yatim (meski semua telah dewasa dan mandiri), dan bukan mengalir untuk 'suamiku'. Senyatanya aku tak merasa sekehilangan itu. Sebab meski aku memilikinya, aku tak pernah benar-benar bisa menggenggamnya. Lihat saja daftar perempuannya. Mungkin juga aku bukan istri yang baik, jika ya, tentu ia tak akan 'jajan' di luar. Bahkan diam-diam memelihara 'anjing'. Aku pernah menemui perempuan itu. Meminta dia untuk tak mengganggu rumah tangga kami. Untuk sejenak, memang suamiku kelihatan lebih banyak di rumah. Sehabis ngantor, langsung pulang. Tapi itu tak bertahan lama. Meski aku tak melihat dengan mata kepala sendiri, tapi aku tahu makin dekat. Malah kemudian, aku juga tahu suamiku diam-diam membelikannya rumah dan mobil. Ketika aku mencoba mencarinya di kafe jazz, hendak melabrak dengan murka, mereka bilang dia sudah tak bekerja di situ lagi. Aku tak berhasil menemui kekasihku malam itu, malam ketika Bim dipanggil Tuhan. Aku pulang dengan hati kosong, menangis di ranjang kosong yang sudah berubah dingin. Kupeluk guling Bim, mencari sisa aroma tubuhnya di situ. Ah..., Bim... apa kau tak tahu, aku lebih kehilangan dirimu ketimbang istrimu itu? Kau milikku yang tak pernah benar-benar kugenggam. Sial kau! Gara-gara kau, aku melewati usia pernikahanku! Gara-gara kau juga, aku menahan diri untuk tidak hamil. Aku tak mau memberimu masalah, sebab kau bilang, jika aku hamil berarti itu masalah. Gara-gara kau, aku sekarang kesepian. Sial kau, Bim! Terkutuklah kau di neraka jahanam sana! Aku pernah menuntut Bim untuk memilih, antara aku dan istrinya. Ia selalu bilang, tak akan menceraikan istrinya, sebab agamanya melarang. Mengajarinya untuk menikah satu kali, dan hanya sekali. Tak boleh bercerai. Aku pun tak mau dijadikan istri kedua, meski agamaku memperbolehkan poligami. "Kan bisa pembatalan pernikahan!" protesku. "Prosesnya tak gampang. Tahunan." Alasannya. Biarpun tahunan, akan kutunggu kau! Toh Bim tak pernah mengajukan pembatalan pernikahan. Menurutku, bukan agama yang menjadi alasannya. Ia masih cinta. Ya, ia masih cinta perempuan itu. Ini terlihat jelas ketika istrinya sakit keras. Kata Bim, seminggu dua kali istrinya musti cuci darah. Aku sempat mengangankan, sebentar lagi kami akan jadi suami-istri. Sebentar lagi perempuan itu game over. Tapi aku keliru. Meski ketika perempuan itu berobat ke luar negeri Bim tinggal di tempatku, toh ia tak berhenti membicarakan istrinya. Kenangan mereka, awal-awal pernikahan mereka dan bagaimana mereka berjuang bersama dari nol (yang tak pernah kualami), serta ketakutan karena istrinya sekarat. Aku cemburu. Sangat cemburu. Terlebih ketika tema musik jazz tak lagi menarik baginya. Lalu suatu hari, ketika telah dua minggu Bim tinggal di rumahku selama istrinya berobat, dan aku mulai merasa ia milikku sepenuhnya, tanpa harus pulang ke rumah sana, Bim menerima telepon. Ia girang bukan kepalang, dengan semangat ia bilang padaku, "ginjalnya dapat! Ginjalnya dapat!" lalu diciumnya pipiku, saking gembiranya. Diam-diam aku menyumpah, aku marah pada Tuhan. Kenapa Ia mempermainkan perasaanku. Impian-impianku, rasa nyaman adanya Bim di rumahku, tercerabut kasar. Aku sadar lagi; Bim belum jadi milikku, dan memang tak pernah jadi milikku. Obituari Bim muncul di koran pagi ini, memberitahuku ia disemayamkan di rumah duka mana. Dia masih kekasihku, meski sudah tak bernyawa. Dan aku merasa, meski tak satu hal mampu mengubah keadaan apa pun?"apalagi statusku?"aku tetap mencintai Bim. Setinggi langit sedalam lautan. Aku akan menyetir pelan-pelan, sambil mengisi penuh tangki keberanianku. Aku harus menemui Bim, memberinya penghormatan terakhir sebelum dia dibakar jadi abu. Ia datang lagi, perempuan jalang itu. Pasti ia baca obituari di koran. Ini resikonya. Ia jadi tahu. Beberapa orang memandangi kedatangannya, beberapa berbisik-bisik. Tentu mereka tahu siapa perempuan itu dan bagaimana statusnya. Ia mendekatiku. Apa ia tak sadar, aku bisa jadi harimau yang tiba-tiba menerkam anjing buduk. "Maaf, ini dasi kesayangan Bim. Mungkin dia mau memakainya." "...." Kupandangi dasi yang dilipat rapi itu. Dasi yang dua hari terakhir ini kucari-cari. Tak terpikir bahwa suamiku akan menyimpan di rumahnya. Tentu ada barang lainnya di sana. Barang-barang pribadi suamiku yang tiba-tiba hilang. Aku mengerti sekarang, rumah perempuan itu, bagi suamiku adalah rumahnya juga. Atau mungkin aku sudah tahu, tapi coba mengelak. Kuterima dasi itu. "Bolehkan saya...," "Silakan." Potongku. "Terima kasih." Entah kenapa, aku seraya lega. Meski kulihat perempuan itu mencium suamiku. Suamiku yang semakin tampan dengan dasi ini.***

hikayat gusala

Hikayat Gusala Cerpen Yanusa Nugroho Dimuat di Kompas 11/23/2008 Sebatang nyiur itu kini telah mulai menampakkan kecantikannya. Memang belum lagi setinggi anak berusia 10 tahun, namun pelepahnya yang menguning, yang sebagian masih terbungkus tapas, juga sebagian daunnya yang kuncup, mampu menyemarakkan pagi di pekarangan si pemilik. Kelak, entah 10 atau 20 tahun lagi, barulah nyiur itu mampu memberikan manfaat yang sebenarnya bagi si pemilik. Si pemilik adalah seorang petani berkulit hitam, sebagaimana umumnya orang asli Awangga. Sosoknya cukup besar bila dibandingkan manusia biasa, dan memang dia memiliki darah raksasa, yang diperolehnya entah dari bapak, kakek atau kakek buyutnya di masa lalu. Banyak penduduk Awangga yang memiliki ciri-ciri tubuh semacam itu. Kekar, besar, pendiam dan pemalu, namun, sekaligus pekerja keras yang tenaganya seakan tak ada habis-habisnya. Gusala, demikianlah orang memanggilnya. Mengapa dia dipanggil demikian dan siapa yang berhak menamainya demikian, dia tak tahu secara pasti. Memang, Gusala tak mengenal siapa kedua orangtuanya sejak lahir. Dia hanya tahu, tumbuh dan memiliki saudara sebanyak tujuh orang, di tengah sebuah keluarga petani. Semula dia tak mengerti, mengapa dirinya sangat berbeda dari saudara-saudara maupun kedua orangtuanya. Dia hanya sering bertanya dalam hati mengenai perbedaan itu, namun tak pernah terlintas jawaban apa pun di kepalanya. Dan Gusala pun tak pernah mempersoalkan benar, karena semua yang ada di sekelilingnya tak mempersoalkannya. Baru ketika usianya dipandang cukup dewasa, pada saat harus membuka ladang baru sebagai tanda kedewasaannya, kedua orangtuanya menceritakan riwayat hidupnya. Gusala tertegun. Dia bukanlah anak yang dilahirkan dari orang yang selama ini dianggapnya sebagai ibu. ”Apakah kau mengerti, Gusala?” ucap perempuan itu, setelah uraiannya selesai. Gusala hanya mengangguk kecil, tak selintas pun pengertian muncul di kepalanya. ”Apakah kau kecewa, anakku?” Mula-mula ada anggukan kecil, namun segera disusul gelengan. Gusala sendiri tak tahu mengapa dia menggeleng dan mengangguk. Baginya, tak penting dilahirkan oleh siapa. *** Matahari memang sedang terik-teriknya. Sesaat Gusala tegak, menatap alur-alur tanah gembur di kiri-kanan rumpun ubi yang ditanaminya. Menggunduk panjang dan rapi. Sebersit senyum menghiasi bibir Gusala. Dipandanginya jajaran kelapa yang memagari batas tanahnya. Beberapa di antaranya sudah ada yang menjulang tinggi, bahkan satu dua sudah bermanggar. Memang, kelapa-kelapa yang bermanggar itu hanya dipindahkannya dari ladang ayahnya. Itu adalah hadiah sang ayah kepada Gusala. Gusala tak pernah berpikir bahwa perhatian yang agak berlebihan dari kedua orangtuanya itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang kurang dari dirinya dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Tetapi, sekali lagi, Gusala tak peduli. Mungkin lebih tepatnya, dia tak mengerti apa makna tindakan kedua orangtua angkatnya itu. Sampai saat ini, Gusala hanya hidup sendiri. Tak ada seorang gadis dusun pun yang mau dijadikan istrinya. Kaki dan Nyai Guno Brayat sebetulnya sangat prihatin akan kelainan anak angkatnya itu, tetapi mereka tak punya cara untuk membantunya. Mereka hanya berdoa, semoga saja ada seorang perempuan yang suatu kali kelak mau mendampingi Gusala. Gadis manakah yang mau menikahi seorang laki-laki separuh raksasa yang bahkan tak lengkap kecerdasannya itu? Kaki dan Nyai Guno sadar betul akan hal itu. Kepedihan mereka memikirkan nasib Gusala kian pekat manakala dilihatnya, sang anak bahkan tak mengerti apa arti perempuan baginya. *** Maka sore itu, ketika matahari mulai condong ke ufuk barat, Guno Brayat mengunjungi anaknya yang tinggal di ladang dekat hutan itu. Rasa sayangnya pada Gusala memang tak pernah luntur, sejak bayi itu ditemukannya di sebuah goa batu. Rasa ibanya kembali mengental manakala lintasan pemandangan buruk itu kembali memasuki kenangannya. Gusala ditemukan tergeletak menangis di dekat dua mayat, yang bisa jadi adalah orangtuanya. Sebilah tombak dan beberapa anak panah masih tertancap di tubuh yang sudah mulai membusuk itu. Yang satu jelas sekali berujud raksasa, tampak dari sosok dan sepasang taring tersembul di rongga mulutnya yang menganga. Yang seorang lagi, manusia biasa. Perempuan gunung. Mungkin dia adalah ibu Gusala. ”Gusalaa...” teriak Ki Guno dari kejauhan, demi dilihatnya Gusala sedang bersandar di batang melinjo. Gusala seketika berdiri, wajahnya berseri-seri dan berlari, melompati alur-alur tanah menggunduk, menyambut sang ayah. Dan tanpa berkata apa-apa, Gusala mencium kaki ayahnya. Mata Ki Guno berkaca-kaca, terharu oleh ketulusan anaknya. *** ”Ibumu ingin agar kau memilih istri, anakku. Apakah kau sudah punya keinginan untuk berumah tangga?” Hening. Senyap. Uir-uir di kejauhan mendetir-detir. ”Bapak... Gusala tidak tahu.” Jawab Gusala sesaat kemudian. Lama dia terdiam menyusun kata. ”Setiap orang pasti punya keinginan memiliki pasangan... apakah kau tidak memimpikan seorang perempuan?” Gusala diam. Pandangannya menunduk. Gusala tak tahu apa sebenarnya yang akan diucapkannya. Jika memang mimpi, mengapa beberapa kali dia bermimpi bertemu dengan seorang gadis jelita. Tubuhnya mungil, kulitnya hitam manis dengan rambut panjang mengombak menutup pinggang. Gadis itu tersenyum padanya dan itu membuatnya bahagia. Hanya itu. ”Gusala, pernahkah kau bermimpikan seorang perempuan?” Gusala mengangguk. ”Apakah kau mengenalnya?” Gusala menggeleng. ”Jadi kau belum pernah berjumpa dengannya?” Sekali lagi Gusala mengangguk. Ki Guno menarik napas. Lalu, ”...apakah kau menginginkannya, anakku?” Lama Gusala terdiam, seakan kembali mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. ”Jika kau menginginkannya, mungkin bapakmu bisa mengupayakannya untukmu…” ”Tapi...,” ucapan Gusala terlontar begitu saja, ”…Gusala tak tahu, siapa dia... apalagi di mana dia tinggal... lalu, seandainya saja bertemu, apakah dia mau melihatku…” ”Anakku, Gusala, bapakmu percaya bahwa setiap orang memiliki jodohnya sendiri-sendiri. Entah bagaimana, kau akan mendapatkan seorang istri yang kau impikan itu...” *** Dan itu adalah doa. Dan doa adalah janji. Dan janji adalah utang. Dan utang memang harus dibayar. Maka dengan segala kemampuan, Ki Guno melakukan apa yang menjadi doa bagi Gusala. Bersama beberapa anak lelakinya yang lain, Ki Guno mencari tahu siapakah dara yang hadir di impian anaknya itu. Semula, semuanya hanya jadi bahan tertawaan anak-anak Ki Guno. Namun, setelah sang ayah mengatakan bahwa impian adalah jalan lain bagi suatu kebenaran, terutama bagi orang seperti Gusala, maka mereka pun terdiam. Ucapan sang ayah terasa memiliki kekuatan bahwa apa yang diimpikan Gusala akan bisa terlaksana. ”Kalau istri Prabu Salya pernah mengalaminya sendiri, mengapa Gusala tak bisa?” begitu kata penutup Ki Guno kepada anak-anaknya. Ya, tuturan yang entah siapa yang menyebarkannya itu, menjadi kepercayaan banyak manusia yang pernah mendengarnya. Mereka percaya bahwa ada yang lebih daripada yang sekadar bisa diraba, didengar, dan dirasakan. Mimpi mampu menyelusup kapan pun dalam diri manusia, dan itu adalah anugerah yang tak terkira. Mereka percaya bahwa mimpi adalah kekuatan di luar diri manusia, yang hadir hanya untuk kebenaran. Hanya saja, hidup manusia sering kali lebih rumit dibandingkan impian, sehingga kebenaran mimpi lebih banyak meleset dari seharusnya. Sebagian manusia melupakan mimpi sebagai jalan kebenaran, bisikan dari Sang Agung, dan hanya menganggap tak lebih daripada bunga tidur belaka. Dewi Setyawati, jelita berayahkan raksasa pertapa itu, suatu kali bermimpi bertemu dengan seorang pemuda tampan bernama Narasoma. Setyawati percaya bahwa pemuda itulah suaminya kelak. Sang ayah mengerti benar makna ucapan anaknya. Maka terjadilah pernikahan itu, dan kini Narasoma menjadi raja, menjadi mertua dari seorang raja—sang Basukarna, raja negeri Awangga. Raja mereka. Hanya dengan bekal keyakinan itu, keluarga Guno Brayat yakin bahwa apa yang diimpikan Gusala akan menjadi kenyataan. ”Tetapi, kita harus memulainya dari mana, Pak?” Tanya si sulung yang kini sudah beranak tiga. ”Bukannya aku mendahului ’Kehendak’, tetapi, apa mungkin... perempuan secantik—seperti yang dikatakan Gusala—itu mau menerima kenyataan?” ”Maksudmu?” ”Yaaa...” ”Maksudmu, Gusala jelek, begitu?” sergah Nyai Guno agak gusar pada anaknya yang nomor dua. ”Ingat, Gasa... dia adikmu. Ada darah yang sama, yang mengalir di tubuhnya dengan apa yang ada di tubuhmu. Kalian semuanya, termasuk Gusala, meminum darah dari tubuhku...” Malam hening. Malam pekat. Nyai Guno beberapa kali menarik napas berat. *** Satu purnama berlalu begitu saja, dan upaya delapan laki-laki itu hanya menuai gelak tawa di sana-sini. Adapun Gusala, tetap menjalani hidupnya sebagaimana biasa. Meskipun sering kali, secara aneh dan tiba-tiba saja dia tertidur dan bermimpi bertemu seorang dara manis, mungil, dan tersenyum kepadanya. Dan setiap kali dia bermimpi, tiba-tiba saja hidupnya seperti berbunga-bunga. Dan setiap kali hidupnya berbunga-bunga, Gusala merasakan arus tenaganya melimpah ruah, memberontak meminta keluar. Maka, setiap kali usai bermimpi, Gusala dengan giat mengayunkan cangkulnya, tak peduli siang atau malam. Tak mengherankan jika ubi-ubi yang ditanam Gusala menjadi istimewa. Dan ketika panen tiba, ubi-ubi Gusala bukan saja besar—karena ditanam di tanah gembur, tetapi juga manis, mempur dan jumlahnya berpuluh-puluh pikul ketika dibawa ke pasar. Dan semuanya dilakukannya sendiri. *** Di pasar itulah, Gusala bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. Di pasar itulah hidup Gusala berubah. Dia tak ingin terjaga dari mimpinya kali ini. Dia tatap sepasang mata berbinar yang lembut. Dia pandangi lengan berjari mungil yang memilih ubi-ubi yang menghampar di depannya. Ah, siapakah engkau wanita cantik? Dan sepasang mata itu pun, ketika sesaat tertangkap mata Gusala, seakan enggan berkedip. Siapakah yang memasang perangkap, dan siapakah yang terperangkap, dia sendiri tak tahu pasti. Sebagaimana Gusala, dia hanya merasakan sesuatu yang aneh. Dia pun merasakan pernah menemukan wajah itu berkali-kali, di suatu tempat atau masa? Mata Gusala dan mata gadis itu seakan bubu dan ikan. Hanya saja keduanya sering kali bertukar peran. Tertangkap atau menangkap, tak lagi penting. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada persentuhan yang menggetarkan itu. ”Apakah engkau yang selama ini menemuiku?” bisik Gusala. ”Apakah engkau yang selama ini kutemui?” balas gadis itu. Dan keheningan adalah jawaban. Keduanya hanya terpesona oleh jawaban aneh yang tiba-tiba terbentuk di bentangan jiwa masing-masing. Jawaban yang mendadak berkecambah, membenih dan tumbuh dengan suburnya. Gusala gugup menyadari sesuatu yang merebak tumbuh di sanubarinya, demikian pula si gadis; pipinya merona merah. Tak kuasa menahan kegembiraan, si gadis mendadak tersenyum, dan berlari meninggalkan tempat Gusala berdagang. Sementara Gusala masih melambung oleh perasaan aneh yang menggelimangi jiwa tulusnya. ”Hei.. raksasa, kau apakan gadis itu?” tiba-tiba bentakan kasar membuyarkan keindahan Gusala. Sekelompok laki-laki yang—menilik pakaiannya—agaknya pengawal si gadis, tiba-tiba mengepungnya. Entah di mana mereka selama ini, Gusala tak menyadarinya. Orang-orang yang ada di pasar minggir. Mereka hanya sempat berkomentar dalam hati: ah, raksasa memang selalu begitu kalau diberi hati. ”Hei, kau belum menjawab pertanyaanku... kau apakan gadis itu?” Gusala hanya terlongong-longong bingung menanggapi pertanyaan bertubi-tubi dari mereka yang mengepungnya. Jiwanya masih belum sepenuhnya berpijak pada kenyataan karena masih terbawa kepak sayap keindahan yang baru kali ini dialaminya. Kadang-kadang, sambil menatap wajah-wajah pengepungnya, Gusala tersenyum karena jiwanya masih menikmati keindahan yang entah mengapa tak segera hilang dari dirinya. ”Ah... rupanya kau bukan hanya raksasa, tetapi juga sakit jiwa..” dan gelak tawa pun pecah di pasar itu. Gusala, tanpa paham benar apa yang diucapkan orang yang menghinanya, membalasnya dengan senyum. Begitu Gusala tersenyum, gelak tawa menjadi-jadi. ”Tuan..” tiba-tiba Gusala berucap, ”apakah tuan-tuan mengenal gadis cantik yang baru saja di sini..” Orang-orang itu terhenti sejenak, lalu tergelak-gelak lagi. ”Tentu saja... dia adalah anak tuan kami.” ”Siapakah namanya, aku ingin mengenalnya...” ”Hei raksasa ’miring’, jangan bermimpi..” ”Gusala tak mimpi. Dia memang menemuiku di mimpi, tapi kali ini, tidak mimpi..” ”Hei..., gadis itu adalah anak seorang saudagar yang sangat dekat dengan kalangan istana.... Dan dia sudah dijodohkan dengan anak petinggi Awangga. Jadi, seperti kataku, jangan bermimpi.” ”Gusala hanya ingin tahu namanya.” Dan sebuah pukulan menghantam wajah Gusala. Gusala terkejut, tak sakit sama sekali. Gusala berdiri, orang-orang itu mencabut pedang. ”Apa salah Gusala, sampai tuan...” Ucapannya terpotong pukulan orang kedua. Dan belum lagi sempat bergerak, sisanya segera mengeroyok Gusala. Maka sebagaimana disebutkan dalam hikayat, Gusala pun akhirnya mati di tengah pencariannya. Bahkan seluruh keluarganya dihukum karena didakwa melawan hukum negara, yang melarang manusia menolong makhluk di luar golongannya.*** Pinang 982

bangkitlah wahai ummat islam

BANGKITLAH WAHAI UMAT ISLAM…!!! Oleh Prince of Jihad pada Thu 29 Nov 2007, Seandainya tidak ada Jihad tentulah bumi ini rusak dan tentulah Masjid-masjid di robohkan. Perseteruan antara Al-Haq dan Al-Bathil adalah ketentuan yang pasti berjalan, dan selalu saja Ahlul Bathil jumlahnya lebih banyak dari Ahlul Haq, sedangkan kekalahan mereka itu dan penghadangan kejahatan mereka tidaklah mengkin berhasil kecuali dengan Al-Jihad. Banyak dari manusia tidak tunduk terhadap Al-Haq tanpa kekuatan yang menggiring mereka terhadap hal itu, dan Al-Jihad fi Sabilillah terus berlangsung sampai hari kiamat. Ia adalah jalan kejayaan dan kemenangan umat ini, dan bagaimanapun di tebar duri-duri rintangan di depan lajunya dan bagaimanapun musuh-musuh Islam berupaya keras dalam memeranginya, meleyapkan pilar-pilarnya, menindas para pemeluknya, mengusir mereka, memfitnah mereka, menuduh mereka dengan kekurangan dan cacat, mencap mereka sebagai Ahlul Ghuluw, militan dan teroris, maka tetap tidak akan berhenti alur langkahnya dan akan nampak cahayanya, akan melebar pengaruhnya dan ia akan tegak berdiri selagi masih ada siang dan malam dengan kemulian orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina, dan masalahnya berkisar pada kemenangan atau kesyahidan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “akan senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas Al-Haq, mereka menang atas orang yang merintangi mereka sampai golongan yang terakhir dari mereka memerangi Al-Masih Ad-Dajjal.” [di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jalur Hammad Ibnu Salimah dari Qotadah dari Mutharrif dari ‘Umrah Ibnu Hushain dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam].Dan ada dalam shahih Imam Muslim [no.1922] dari jalur Muhammad Ibnu Ja’far, telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Hammak ibnu Harb dari Jabir Ibnu Samurah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Akan senantiasa Dien ini tegak, berperang untuk mempertahankannya sekelompok dari kaum muslimin sampai hari kiamat tiba”.Dan Muslim meriwayatkan [no.1924] dari jalur Yazid Ibnu Habib, telah memberi tahu saya Abdurrahman Ibnu Syumasah Al-Mahry dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas urusan Allah, mereka mengalahkan musuhnya, tidak memudharatkan orang yang menyelisihi mereka, sampai datang kiamat kepada mereka, sedang mereka tetap di atas hal itu”. BIARKAN KAMI MATI HINGGA KAMI MERAIH SYUHADAبسم الله الرحمن الرحيم Sesungguhnya Ad-Dien Al-Islami tidak terealisasikan dalam jiwa-jiwa kaum muslimin dan tidak pula pada waqi’ manusia kecuali dengan menegakan Al-Jihad fi Sabilillah dengan seluruh macam-macamnya. Dan kejahatan para perusak di muka bumi ini tidak akan terhenti kecuali dengan kekuatan yang menggentarkan mereka dan Jihad yang meluluh-lantakan segala kekuatan yang mereka miliki.Seandainya tidak ada Jihad tentulah bumi ini rusak dan tentulah Masjid-masjid di robohkan. Perseteruan antara Al-Haq dan Al-Bathil adalah ketentuan yang pasti berjalan, dan selalu saja Ahlul Bathil jumlahnya lebih banyak dari Ahlul Haq, sedangkan kekalahan mereka itu dan penghadangan kejahatan mereka tidaklah mengkin berhasil kecuali dengan Al-Jihad. Banyak dari manusia tidak tunduk terhadap Al-Haq tanpa kekuatan yang menggiring mereka terhadap hal itu, dan Al-Jihad fi Sabilillah terus berlangsung sampai hari kiamat. Ia adalah jalan kejayaan dan kemenangan umat ini, dan bagaimanapun di tebar duri-duri rintangan di depan lajunya dan bagaimanapun musuh-musuh Islam berupaya keras dalam memeranginya, meleyapkan pilar-pilarnya, menindas para pemeluknya, mengusir mereka, memfitnah mereka, menuduh mereka dengan kekurangan dan cacat, mencap mereka sebagai Ahlul Ghuluw, militan dan teroris, maka tetap tidak akan berhenti alur langkahnya dan akan nampak cahayanya, akan melebar pengaruhnya dan ia akan tegak berdiri selagi masih ada siang dan malam dengan kemulian orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina, dan masalahnya berkisar pada kemenangan atau kesyahidan.Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “akan senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas Al-Haq, mereka menang atas orang yang merintangi mereka sampai golongan yang terakhir dari mereka memerangi Al-Masih Ad-Dajjal.” [di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jalur Hammad Ibnu Salimah dari Qotadah dari Mutharrif dari ‘Umrah Ibnu Hushain dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam].Dan ada dalam shahih Imam Muslim [no.1922] dari jalur Muhammad Ibnu Ja’far, telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Hammak ibnu Harb dari Jabir Ibnu Samurah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Akan senantiasa Dien ini tegak, berperang untuk mempertahankannya sekelompok dari kaum muslimin sampai hari kiamat tiba”.Dan Muslim meriwayatkan [no.1924] dari jalur Yazid Ibnu Habib, telah memberi tahu saya Abdurrahman Ibnu Syumasah Al-Mahry dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “senantiasa sekelompok dari umatku berperang di atas urusan Allah, mereka mengalahkan musuhnya, tidak memudharatkan orang yang menyelisihi mereka, sampai datang kiamat kepada mereka, sedang mereka tetap di atas hal itu”.Dan diantara fenomena kekuatan Salaf dan kejayaan mereka adalah tegaknya Jihad fi Sabilillah, dan ia adalah jalan yang darinya umat Islamiyah menduduki posisi tertinggi dan kejayaannya serta mengembalikan pamornya. Dan setiap tarbiyah yang berdiri tanpa di iringi ruh Jihad dan tanpa mengkaitkan realita sekarang dari umat ini dengan masa lalunya, maka ia adalah tarbiyah yang lemah, bagaimanapun upaya keras para penghusungnya dan apapun niat-niat mereka itu.Da tatkala umat Islamiyah sekarang ini tidak mempedulikan terhadap sebab kejayaan mereka dan dasar ketangguhan mereka, maka Allah menghinakan mereka dan menguasakan atas mereka musuh-musuh mereka. Dan kita tatkala memberikan diri kita pada Dien ini, kita kembali kepada Dien kita, kita mencari seba-sebab kejayaan pendahulu kita, kita mengamalkanya dan manjaharkannya dalam dunia realita, maka sesungguhnya kemenangan berada di pihak kita dan kejayaan adalah syiar kita.Dan pada masa kita ini mulai muncul kesadaran umat ini, merebak perlawanan terhadap kafirin, dan berkibar tinggi panji-panji Jihad di Afghanistan, Palestina, Chechnya, Filipina dan banyak tempat lainnya, serta mulai umat ini memahami tujuan-tujuan Jihad dan maksudnya, dan ia menjauhi dengan kesadaran sendiri dari panji-panji kebangsaan dan nasionalisme, panji-panji pembebasan tanah air dan pembelaan terhadap pemerintah-pemerintah thoghut dan sekuler. Dan kita menunggu pertolongan Allah yang dekat untuk mengaitkan realita kekinian umat ini dengan masa lalunya, dan agar kalimat Allah-lah yang tinggi dan kalimat orang-orang kafirlah yang terendah.Maka, apakah ada orang yang menyisingkan lengannya untuk Jihad dan apakah ada orang yang mau memerangi Ahlul Kufri wal ‘inad ??? Karena sesungguhnya termasuk pengecewaan terbesar adalah engkau melihat Junuudur Rahman dan ‘Asakirul Iman memerangi yahudi dan kristen dari bangsa Rusia dan Amerika, sedangkan engkau ada bersama Al-Khowalif [orang-orang yang duduk tidak berperang], engkau tidak berjihad langsung dengan dirimu padahal engkau mampu dan di butuhkan, dan engkau juga bakhil dengan harta yang dimiliki, Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” [QS.Ash-Shoff: 11-12]Dan dalam surat Al-Bara’ah, Allah telah menjadikan surga sebagai penukar transaksi bagi jiwa dan harta orang-orang yang beriman, Dia Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila di katakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” [QS.At-Taubah: 38]Dan Firman-Nya Ta’ala: “Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” [QS.An-Nisaa’: 74-75]Ini adalah perintah dari Allah ta’ala untuk berjihad dalam rangka meninggikan kalimat-Nya dan menyelamatkan kaum Mukminin dan Mukminat, serta membebaskan mereka dari tangan-tangan kafirin yang aniaya.Para Ulama telah Ijma terhadap kewajiban memerangi orang-orang kafir yang lancang menduduki negeri kaum muslimin, bila kejahatan mereka itu bisa di tangani oleh penduduk negeri yang di duduki atau yang di rampas maka kewajiban sudah gugur dari yang lain, dan bila penolakan kejahatan mereka dari kezalimannya [kaum kafir] tidak teratasi oleh penduduk negeri yang di duduki itu, maka wajib atas orang yang dekat dengan musuh dari penduduk negeri-negeri lain menolong saudara-saudara mereka dan menghadang gerak langkah orang-orang kafir itu. Dan kewajiban ini tidak gugur dari pundak kaum muslimin sampai musuh di usir dari negeri kaum muslimin.Dan dalam perang ini tidak wajib ada izin dari pemimpin, apalagi kalau si pemimpin itu telah mengkhianati Diennya lagi mencampakan aturan-aturan Allah, karena Jihad telah Fardhu ‘Ain.Para Ulama tidak berselisih bahwa tugas paling utama penguasa adalah menegakan Syariat Allah, menjihadi orang-orang kafir dan murtaddin serta menolong Islam dan kaum Muslimin di seluruh belahan dunia. Dan bila mereka tidak melakukan hal itu, maka apa gerangan tugas mereka itu ???Alangkah butuhnya umat ini kepada para Ulama yang jujur yang mengkritisi para penguasa dan mengingkari di hadapan mereka keburukan perbuatan-perbuatan mereka dan kenistaan tingkah laku mereka. Dan alangkah butuhnya umat ini kepada tokoh-tokoh yang jujur yang mengerahkan seluruh kemampuannya dan menggunakan waktunya dalam memerangi orang-orang kafir dan menghadang sikap aniaya mereka, serta mereka mencari syahadah sebagaimana orang-orang kafir mencari kehidupan.Orang yang terbunuh dalam Jihad ini dalam keadaan maju tidak mundur adalah Syahid Fi Sabililah. Sungguh telah ada dalam Shahih Muslim [no.1915] dari jalur Suhail Ibnu Abi Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia Syahid, dan siapa yang Mati di jalan Allah maka ia Syahid, siapa yang mati dalam wabah tho’un maka ia Syahid, serta siapa yang mati dalam sebab penyakit perut maka ia Syahid”.Hadist-hadist mutawatir dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah menunjukan bahwa Jihad di Jalan Allah adalah tergolong amalan paling utama dan orang-orang yang menjalankanya adalah tergolong hamba-hamba yang paling utama. Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah di tanya tentang amalan yang menyamai Jihad fi sabilillah ‘Azza wa Jalla ? Beliau bersabada: “kalian tidak akan mampu”, mereka mengulangi pertanyaan kepada Beliau dua atau tiga kali, semua itu beliau jawab: “kalian tidak akan mampu “, dan ketiganya beliau berkata: “ perumpamaan Mujahid Fi Sabilillah adalah seperti orang yang Shaum yang berdiri Sholat lagi khusyu’ dengan ayat-ayat Allah, ia tidak menghentikan diri dari Shaum dan sholat, sampai Mujahid fi Sabilillah Ta’ala pulang” di riwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan Suhail Ibnu Abi Shalih dari Ayahnya dari Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu, dan di riwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dengan maknanya dari Hadist Abu Hushain dari Dzakwan dari Abu Hurairah.Dan ada dalam Ash-Shahihan dari jalan Az-Zuhri berkata: ‘Atha Ibnu Yazid Al-laitsi telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Sa’id Al-khudri Radiyallahu ’anhu telah mengabarkannya, ia berkata: ‘katakan wahai Rasulullah, manusia macam apa yang paling utama?”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Mukmin Mujahid fi Sabilillah dengan jiwanya dan hartanya”, Mereka berkata: “kemudian siapa?”, Beliau bersabda: “mukmin yang berada di suatu lembah, dia bertaqwa kepada Allah dan ia meninggalkan manusia dari kejahatannya”. Shahih Al-Bukhari [no.2786] dan Muslim [n0.1888].Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Demi Dzat yang jiwa ku berada di tangan-Nya, sungguh saya ingin terbunuh di jalan Allah, kemudian saya hidup kemudian saya terbunuh kemudian saya hidup kemudian saya terbunuh”, di riwayatkan oleh Al-Bukhari [no.2797] dan Muslim [no.1876] dari jalan ‘Umarah, berkata: Abu Zar’ah Ibnu ‘Amr Ibnu Jarir telah mengabarkan kepada kami, ia berkata: saya telah mendengar Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam… dengannya.Dari Anas Radiyallahu ’anhu, berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “tidaklah seseorang meninggal yang memiliki kebaikan di sisi Allah, [terus] ia ingin kembali ke dunia dan bahwa baginya dunia dan seisinya, kecuali orang yang mati Syahid, karena ia melihat [pahala] dari keutamaan syahadah, maka sesungguhnya ia merasa senang bila kembali ke dunia terus ia terbunuh sekali lagi” di riwayatkan Al-Bukhari dari jalan Abu Ishaq dari Humaid dari Anas, dan di riwayatkan Al-Bukhari [no.2817] dan Muslim [no.1877] dari jalan Syu’bah dari Qotadah dari Anas dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.Dan Nabi Allah, Sulaiman telah berangan-angan ingin memiliki anak yang banyak supaya mereka menjadi para pendekar yang berjihad di jalan Allah. Ini ada dalam Ash-Shahihan.JIHAD ADA DUA MACAMJihad Tholab [Invansi]: yaitu mendatangi orang-orang kafir dan menginvansi mereka di negeri-negeri mereka walaupun tidak pernah muncul dari mereka sedikitpun penganiayaan, agar mereka masuk ke dalam Islam seluruhnya atau mereka memberikan jizyah dari tangan mereka langsung sedang mereka dalam keadaan hina, dan ini adalah Nash Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma Ahlul Ilmi. Dan tidak menghalangi dari Jihad ini kecuali bahaya-bahaya yang kuat atau ketidak mampuan dan kelemahan [pasukan Islam-ed]. Dan dalam hal ini di kembalikan kepada orang-orang ‘Alim lagi jujur dan hal ini tidak boleh di cari pada orang yang telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah, atau orang-orang yang pecundang dan para penebar isu di muka bumi ini. Dan tujuan terbesar dari Jihad ini adalah meninggikan kalimat Allah, membela Dien-Nya serta menghinakan kekafiran dan para pelakunya.Jihad Difa’I [pertahanan]: yaitu Jihad menghalau musuh dari negeri kaum muslimin, dan ini adalah wajib dengan Ijma, serta tidak ada yang menghalangi darinya kecuali orang jahil atau munafiq. Ia wajib di Palestina, Chechnya, Afghanistan, Filipina dan banyak negeri lainnya. Negara-negara kafir, Amerika dan sekutu-sekutunya telah saling mewasiatkan untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin, membunuh pemimpin mereka, menebar kerusakan di antara mereka dan meng-embargo sebagian negeri-negeri mereka.Presiden Amerika Bush dalam siaran pers yang di laksanakan hari Ahad 28/6/1422 H telah menegaskan bahwa perang ini adalah perang salib [crusade], dan koalisi salib ini membutuhkan pada penghadangan yang paling besar, upaya-upaya berkesinambungan dan terjun bersama-sama, sehingga tidak seorangpun di udzur dengan sikap tidak ikut serta menghadapinya, dan masing-masing sesuai kadar kemampuannya. Baik dengan jiwanya dimana hajat membutuhkan kepadanya, juga dengan harta dan lisannya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Jihadilah orang-orang musyrik itu dengan harta-harta kalian, jiwa-jiwa kalian dan lisan-lisan kalian.” Hadist Riwayat Abu dawud [no.2504] dan An-Nasa’I [3089] dari jalan Hammad dari Humaid dari Anas dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.Dan hal paling minimal yang di kerahkan dalam penghadangan dan perang salib ini adalah do’a buat Hizbullah Al-Mukminin dan Ibadullah Al-Mujahidin, bersungguh-sungguh dalam do’a itu dan mencari-cari waktu ijabah do’a, seperti sepertiga malam terakhir, dalam sujud [ketika sholat-ed], antara Adzan dan Iqomah, Qunut dalam shalat lima waktu, dimana ia mendo’akan buat orang-orang yang tertindas dari kau mukminin dan meminta pertolongan kepada Allah atas kafirin dari kalangan yahudi perampas dan kristen yang aniaya.Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu, berkata: sungguh saya akan mempraktekan shalat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, maka Abu Hurairah Qunut dalam raka’at terakhir dari shalat Dzuhur, shalat Isya’ dan shalat Shubuh setelah mengatakan: “Sami’Allahu liman hamidah” terus beliau berdo’a buat kaum muslimin dan melaknat kuffar” [HR.Al-Bukhari dalam Shahihnya no.797 dan Muslim no.676 dari jalur Yahya Ibnu Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah Radiyallahu ’anhu.Dan tidak wajib meminta izin kepada penguasa dalam hal qunut di masjid-masjid, karena tidak ada dalil atas hal itu, dan serupa itu andai dilarang dari melaksanakan sunnah rawatib, maka sesungguhnya penguasa itu tidak usah di taati, karena ketaatan hanyalah dalam hal Ma’ruf, sedangkan ini sama sekali tergolong bukan hal ma’ruf. Sungguh umat ini telah di beri bencana dengan penguasa yang menelantarkan hudud dan yang melarang Jihad fi sabilillah serta qunut dalam shalat yang lima waktu, dan [umat di beri bencana] dengan ulama yang melegalkan sikap-sikap hina ini dan mengomentari sikap kepengecutan mereka dari menolong Al-Islam wal Muslimin dengan dalih mendengar dan patuh kepada para penguasa dalam kondisi giat dan malas !!!Padahal ini adalah penempatan Hadist bukan pada tempatnya, dimana para ulama telah Ijma bahwa orang yang memerintahkan kemungkaran adalah tidak boleh di taati. Dan sesungguhnya kewajiban para ulama adalah berdiri menghadang kebatilan dan gerak langkah kesesatan. Wajib atas mereka mengobarkan ruh Jihad di tengah umat dan memimpinnya dalam meninggikan panji ini serta berlomba-lomba dalam mengitari hal itu.Mereka adalah pewaris para Nabi dan para pengemban syariat, serta orang yang paling paham akan hukum-hukum Jihad dan keutamaannya, serta apa yang Allah telah siapkan berupa pahala buat Mujahidin. Sekarang adalah waktu pengorbanan, Nushratil Muslimin, dan Jihadul Kafirin dan Salibiyin, inilah jalan yang menghantarkan kepada syahadah, ridha Allah dan Jannah-Nya.Ini Humair Ibnul Hamman Al-Anshary saat mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata: “bangkitlah untuk menggapai surga yang luasnya seluas langit dan bumi” Umair berkata: “wahai Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?” Beliau Berkata:” Ya”, maka Ia berkata: “Bakh, bakh” maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkata:” apa yang membawamu untuk mengucapkan Bakk,bakh” Ia berkata: “tidak wahai Rasulullah kecuali harapan saya untuk ingin menjadi bagian ahli Surga” Rasulullah berkata: ”sesungguhnya kamu termasuk ahli surga” kemudian Ia berkata: “andai saya hidup sampai habis makan kurma-kurma ini, maka sesungguhnya ia adalah kehidupan yang panjang”. Usai berkata, maka ia melemparkan kurma-kurma yang ada padanya kemudian ia memerangi mereka sampai terbunuh” HR.Muslim dalam Shahihnya [no.1901] dari jalur-jalur dari Hasyim Ibnul Qasim, telah mengabarkan kami Sulaiman Ibnul Mughirah dari Tsabit dari Anas Ibnu Malik…Dan ada dalam shahih Muslim [no.1889] dari Jalan Abdul Aziz Ibnu Hazim dari ayahnya dari Ba’jah dari Abu Hurairah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, bahwa Beliau berkata: “sebaik-baiknya kehidupan manusia bagi mereka adalah, seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, ia melesat di atas punggungnya setiap kali ia mendengar suara teriakan atau peperangan maka ia terbang di atasnya, ia mencari tempat-tempat pembunuhan atau kematian. Atau orang yang berada di tengah-tengah kambingnya di atas lereng gunung di lembah dari lembah-lembah ini, ia mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta beribadah kepada Rabb-Nya sampai menemui kematian, tidak ada pada manusia kebaikan kecuali itu”.Dan banyak mereka adalah orang-orang yang terjelma pada mereka hakekat ini dan ‘Ubudiyah ini, mereka mencari-cari syahadah saat manusia lain mencari dunia dan kelezatannya…Biarkan kami pergi pada jalan-jalan harga diri kamiSedang kami memiliki bekal berupa cita-cita yang tinggiJanji buat kami adalah kemenangan yang nyata,Maka bila kami matiMaka di sisi Rabb kami ada tempat tersediaBIARKANLAH KAMI MATI HINGGA MERAIH KESYAHIDAN…KARENA MATI DI JALAN HIDAYAH ADALAH KELAHIRAN…JANGAN HERAN! KARENA KEHIDUPAN MUJAHIDIN SELURUHNYA AJAIBSyiar mereka adalah: “Saya menang demi Tuhannya Ka’bah”. Tsumamah Ibnu Abdillah Ibnu Anas berkata: Saya mendengar Anas Ibnu Malik Radiyallahu ’anhu berkata: tatkala di tusuk Haram Ibnu Malhan –sedang ia adalah pamanya- di hari sumur Ma’unah, ia mengisyaratkan dengan darahnya: begini, terus Ia melumurkan darah itu ke wajah dan kepalanya, terus berkata: “saya menang, demi Tuhan Ka’bah”. HR.Al-Bukhari [no.4092] dalam shahihnya dari jalan Abdullah Ibnu Mu’ammar dari Tsumamah.Dan Al-Waqidi meriwayatkan bahwa ‘Amir Ibnu Fuharah mengatakannya, kemudian orang yang membunuhnya masuk Islam saat itu juga, dan saat Khubaib Ibnu ‘Addi di tawan dan di kedepankan untuk di bunuh, dia berujar:“saya tidak peduli dalam keadaan muslim saya di bunuhDi sisi manapun karena Allah sebab saya terbunuhDan itu karena Dzat Allah dan bila Dia mauDia memberkati terhadap anggota-anggota badan yang terputus”Engkau bisa meliha ini di Shahih Bukhari [no.3045]Hadist-hadist tentang hal ini banyak, dan hikayat-hikayat tentang para pendekar Islam tidaklah membosankan, dan para ibu tidaklah mandul dari melahirkan para pemberani itu. Nama-nama Jihadiyah yang muncul pada masa kita ini berlomba-lomba muncul dalam ingatan saya, inilah sang Panglima ‘Abdullah ‘Azzam, Jamilurrahman, Anwat Sya’ban, Yahya Ayyash Rahimahumullah, serta Komander Samir As-Suwailim yang di kenal dengan sebutan Khattab. Umat ini telah menderita sebulan yang lalu dengan terbunuhnya beliau, karena di racun pada umur yang tidak lebih dari 33 tahun, beliau dilahirkan pada tahun 1309 H, beliau bergabung dengan Mujahidin Afghan pada umur 18 tahun dan terus senantiasa berada di medan-medan perang sampai akhirnya ia memimpin Tentara Islam di peperangan Chechnya dan menimpakan banyak kerugian pada musuh. Ia memang mencari Syahadah dan khawatir meninggal di selain tanah Jihad, maka Allah menyampaikan pada cita-citanya.Dan kami meyakini bahwa lenyapnya sang panglima pemberani ini serta Mujahidin piawai lainnya tidak akan melemahkan Mujahidin atau meluluhkan mereka. Bila mati seorang pendekar pemberani seperti Khattab Rahimahullah, maka sesungguhnya pada umat ini terdapat pendekar lainnya dan orang-orang yang tulus terhadap Dien ini. Karena sesungguhnya Umat yang di rahmati ini selalu terus memberi, ia melahirkan Orang-orang yang shalih, para Imam yang bertaqwa, Ulama yang jujur dan Panglima yang mukhlis.Bila mati ditengah kami seorang tokoh maka berdiri tokoh yang lain, yang mengucapkan lagi melakukan apa yang di ucapkan orang-orang yang mulia.Yang mencetak tokoh, dan menanamkan pada mereka kekuatan dan keberanian adalah aqidah dan keteguhan diatas prinsip.Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar membela Dien-Nya, meninggikan kalimat-Nya, memenangkan Auliya-Nya dan menghinakan musuh-musuh-Nya.Ya Allah sesungguhnya bumi adalah bumi-Mu, langit adalah langit-Mu dan laut-adalah laut-Mu.Ya Allah apa yang di miliki yahudi para perampas dan kristen yang aniaya berupa kekuatan di langit maka jatuhkanlah, dan apa yang mereka miliki berupa kekuatan di bumi maka hancurkanlah serta apa yang mereka miliki berupa kekuatan di laut, maka tenggelamkanlah…Wal Hamdulillahi Rabbil ‘AlamiinSaudara Kalian: Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-‘Ulwan10/4/1423 Hijriyah

Selasa, 23 Juni 2009

informasi yemen

"PROFIL UNIVERSITAS AL-IMAN YAMAN DAN INFORMASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU"

بسم الله الرحمن الرحيم

الســــــــــلام علــــيكم و رحمة الله و بركـــاته ...

الحمــد لله رب العــالمـين, نحمــده و نستعــينه و نستغفـــره و نعـــوذ بالله مـن شرور أنفســنا و سيّئات أعمـــالنا مـن يهـــده الله فلا مضـل له و مـن يضـلله فلا هــادي له, و الصــلاة و الســـلام علي أشــرف الأنبيــاء و المرسلــين و علي أله و صحبه أجمعــــين, أمــا بـعــــد :

Salam perjuangan dari teman-teman Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga (IKARUS) Wilayah Yaman. Melalui tulisan ini kami ingin berbagi informasi tentang Profile Universitas Al-Iman kepada teman-teman Alumni Pondok Pesantren Raudhatul Ulum di belahan bumi nusantara, serta pelaksanaan program kerja tahunan IKARUS yang berupa, layanan jasa bagi teman-teman yang berminat melanjutkan perkuliahan di Universitas Al-Iman Sana'a (ibu kota Yaman).

A. PROFIL UNIVERSITAS AL-IMAN YAMAN

Allah berfirman

Artinya:

((Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami mendengar orang-orang yang menyeruh kepada iman, (yaitu), "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, "Maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami berserta orang-orang yang berbakti)) QS. ( Ali Imran: 193).

((Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) Orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat)) QS. (Al-Mujadalah: 11).

I. Kata Pengantar Rektor Universitas Al-Iman

Oleh : Fadhilah Saikh/ Abdul Majid bin Aziz Az-Zindani

Innal Hamdulillahi Nahmaduhu wa Nasta'inuhu wa Na'udzubillahi min Syururi Anfusina wa Sayyi'ati A'malina, man Yahdihillahu fala Mudhillalahu Waman Wudhlil fala Hadiyalahu, wa Asyhadu Anlailaha Illallahu Wahdahu laa Syarikalah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu Amma Ba'du...

Allah dan Rasul-Nya telah menjadikan iman sebagai derajat amalan yang paling utama di sisi-Nya. Yang mendekatkan seorang hambah kepada Rabbnya.

Allah SWT berfirman:

((Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus majid Al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim)) Q.S (At-Taubah: 19)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, dari Abu Hurairah RA. ((Bahwasannya rasulullah SAW di tanya: amalan apakah yang paling utama? Beliau bersabda: beriman kepada Allah dan rasul-Nya, lalu di tanya lagi, Kemudian apa? Beliau bersabda berjihad di jalan Allah ))

Sesungguhnya iman mampu menghidupkan jiwa dan hati yang mati, lalu menyuburkan segala amalan yang dapat mendorong kepada kebaikan dan melemahkan semua amalan yang dapat memicu kepada kejahatan, serta melipat gandakan amalan yang baik dan mencegah amalan yang buruk.

Jika kita menginginkan kebahagian dunia dan akhirat maka kita harus selalu memperbarui iman, baik secara keyakinan, perkataan dan perbuatan. Ini semua tidak akan terwujud tanpa peran serta para ulama, yang senantiasa mengamalkan ilmunya, bertakwa serta mampu melaksanakan tanggung jawab ini.

Dan kita tidak akan menghasilkan para ulama tersebut, kecuali apabila kita dapat mendirikan Sarana-sarana ilmiyah yang mampu mempasilitasi, menempah dan melahirkan mereka. Oleh karena itu maka dengan tawakal kepada Allah SWT kami ikrarkan untuk mendirikan sebuah wadah untuk umat ini, yang bertujuan untuk menyiapkan para kader ulama yang amil terhadap ilmunya, bertakwa dan alim terhadap agamanya serta kenal terhadap eranya. Dan sebagai realisasi dari Hadits Rasulullah SAW : ((Iman yaman, fiqhi yaman dan hikmah yaman)) H.R.(Muslim).

Bentuk keyakinan terhadap hadits tersebut maka kami pilih nama tersebut dengan nama (Universitas Al-Iman), dan kami mendirikannya di Negara Yaman, yang kami persembahkan bagi seluruh generasi-generasi umat yang layak untuk memikul estapet Risalah Iman. Dan sebagai jaminan bagi kelancaran kegiatan Universitas dan mewujudkan misi-misinya maka telah ditetapkan semua bentuk peraturan dan segala bentuk rambu-rambunya.

kami memberikan buku pedoman ini bagi anak-anak kami para mahasisiwa dan mahasiswi yang bertujuan agar mereka mengenal Universitas ini, serta hadirnya sebuah gambaran yang jelas bagi mereka, yang berbentuk bimbingan dan pembelajaran yang wajib diikuti. Dan kami menganjurkan kepada setiap mahasiswa supaya membaca Buku Pedoman ini dengan teliti. Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti semua bentuk kegiatan belajar, sehingga kita dapat melangkah bersama untuk merealisasikan misi ini dengan inayah Allah SWT insyallah.

Begitu juga, sesungguhnya Universitas Al-Iman membentangkan tangannya bagi para tokoh masyarakat dan seluruh umat untuk berkerjasama dan memberikan support sesuai kemampuan masing-masing, sesuai keahliannya untuk menjaga kesinambungan Universitas ini. Yang kita harapkan dapat menjadi istana ilmu dan iman yang paling tinggi insya Allah ta'alah. Dan semoga Allah SWT senantiasa menaungi, memperkuat dan memberikan taufik-Nya kepada kita. Dan Allah akan selalu mengawasi maksud baik ini dan Dialah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus.

II. Status Universitas Al-Iman

  1. Universitas Al-Iman didirikan pada tahun 1414 H. Oleh Fadhilah Syaikh Abdul Majid bin Aziz Az-

Zindani bersama para ulama Yaman.

  1. Peresmiannya di yatakan pada "Keputusan Menteri Pendidikan No. 28 Tahun 1993 M.

Tanggal 14/7/1414 H. Bertepatan dengan tanggal 17/12/1993 M.

3. Bertempat di Yaman (sana'a).

4. Universitas Islam Internasional.

5. Anggota Persatuan Universitas-Universitas Arab.

6. Proses belajar di Universitas Al-Iman selama sepuluh tahun (sampai doktoral) setelah pendidikan

SLTA atau sederajat dan memiliki peraturan yang khusus, sebagaimana termaktub pada

"Peraturan-Peraturan Universitas" yang terdapat pada Buku Pedoman Mahasiswa.

7. Kurikulum Universitas ditetapkan dengan kesepakatan para ulama, yang unggul dengan kesempurnaannya yang universal serta penguasaan yang mendetail terhadap jurusannya.

8. Pembiayaan: yang menjadi sandaran universitas ini, setelah Allah SWT adalah bantuan-bantuan

yang diperoleh dari para dermawan yang berupa sumbangan, wakaf, zakat dan sebagainya.

III. Visi dan Misi Universitas Al-Iman

Sebuah Universitas islam yang komitmen dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan dengan sandaranpemahaman para sahabat dan para tabiin yang konsister pada jalan mereka. Universitas ini berusaha untuk berhidmah kepada iman, dan memberikan support demi kebangkitan masyarakat yaman dan masyarakat islam yang lain demi mewujudkan lingkungan hidup yang serasi di Negara Yaman khususnya dan Negara-negara arab serta umat islam di selulu penjuru dunia. Dengan target penumbuhan, pemantapan, dan penguasaan materi dan dasar-dasar ilmiah, sebagai support kebangkitan kemajuan arab yang islami yang berdiri diatas pondasi iman, ilmu, akhlak dan amalan. Dengan langkah-langkah ini kita harapkan dapat mencapai Visi dan Misi Universitas ini secara umum, sebagai berikut:

1). Melahirkan dan menempah para ulama yang aplikatif, bertakwa dan ahli berijtihad pada jurusannya

2). Melahirkan ulama dari kalangan wanita yang robbaniah serta ahli untuk berijtihad pada jurusannya yang

tidak bertentangan dengan hak dan fithrahnya.

3). Menyediakan Fakultas dan Jurusan Syariah yang aplikatif dan ilmiah sebagai sumbangsi pemenuhan

kebutuhan masyarakat islam dan dunia.

4). Support dalam penumbuhan dan penyebar luasan nilai-nilai kebenaran pada masyarakat islam.

5). Universitas memberikan Misi yang sangat urgen seperti:

a. Mengajarkan mahasiswa tentang pemahaman iman di bawa naungan Al-Qur'an dan Sunnah

serta manhaj salafusshalih dari kalangan sahabat dan tabi'in.

b. Mewajibkan mahasiswanya untuk menghapal Al-Qur'an 30 juz, mengajarkan ilmu-ilmu syariat,

kitab-kitab ushul dan bahasa Arab.

c. Mengajarkan mahsiswa praktek ilmu tazkiatunnafsi di bawa naungan Kitab dan Sunnah serta

manhaj salafusshalih dari kalangan sahabat, tabi'in dan ulama-ulama modern yang pakar dalam

ilmu tazkiah.

d. Mengajarkan mahasiswa dasar-dasar ilmu sosiologi yang modern, bermuamalah dengan

masyarakat dan alam sekitar, pengetahuan, norma-norma, dan berbagai pemikiran yang sesuai

dengan Al-Qur'an dan Sunnah dan nilai-nilai islam, sehingga ini semua dapat menjadi bekal bagi

mereka dalam mengarungi tujuan dan kewajiban mereka.

e. Mengajarkan mahasiswa Ushul Dakwah para Rasul, sebagai tauladan kesehatan dakwah bagi

mereka dan mengajarkan pedoman para Mushlihin dan Mujtahidin.

f. Mengajarkan mahasiswa dasar ilmu alam semesta serta kedudukan I'jazul ilmi di dalam

Al-Qur'an dan Sunnah, memotivasi terhadap penelitian I'jaz ilmi, menyimpulkan kandungannya,

memanfaatkannya, dan mendakwahkannya supaya memperkuat hakikat keimanan.

g. Memahamkan Mahasiswa tentang agama terdahulu yang mengabarkan tentang kedatangan

Rasulullah SAW sebagai penutup para Nabi dan Rasul, serta permasalahan yang di

simpangkan pada agama-agama sebelumnya.

h. Mengajarkan mahasiswa poin-poin penting mengenai ilmu pilsafat kelasik dan modern yang

ajarkan dengan teliti dalam naungan kekhususan dan keutamaan akidah islamiyah dan

pensyariatan agama islam.

i. Membuka wawasan mahasiswa terhadap kondisi muslimin sekarang di segala aspek, dan peran

aktif terhadap berbagai permasalahan umat islam seluruh dunia. Dan mengetahui gerakan-

gerakan pemecah berserta taktik menghadapinya dengan wasilah yang syar'iah.

j. Membiasakan mahasiswa dalam menggabungkan antara materi pelajaran dan praktek pelajaran.

k. Melati mahasiswa dalam pemakaian alat-alat komunikasi dan media masa yang modern,

penerapan bahasa inggris pada jurusan tertentu, membagun lembaga-lembaga pemberitaan,

pengembangannya dan perbaikan politik dalam pemberitaan beserta starategi-strateginya.

l. Memahamkan mahasiswa tentang kebiasaan ikhtilaf, perbedaan antara Suku, dasar-dasar

muamalah, tolong-menolong antar umat, kewajiban membelah agama dan Tanah Air,

membela kebenaran dan keadilan, serta jalan dakwah yang baik menuju Allah SWT dengan

penuh adab sopan santun dalam berdakwah yang sesuai tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah.

6). Menggali keahlian lulusan dengan menempatkannya di berbagai lembaga pendidikan sesuai dengan

Jurusannya masing-masing agar mereka mampu memberikan sumbangsi positif pada kegiatan dakwah

dan iman.

7). Menugaskan pengabdian diri di masyarakat di bidang penghidupan keimanan dan memperbaruhinya,

Dan memberikan peranan khusus bagi alumni putra dan putri, pengikut sertaan dalam pemecahan

Masalah umat, pengasahan kemampuan dan pengetahuan seni di dalam bermasyarakat.

8). Mengokohkan hubungan antara Universitas dan Lembaga pendidikan yang mempunyai hubungan luar

maupun dalam. Dan begitu juga antara Universitas dan para ulama muslim di berbagai macam jurusan

dan lini yang sejalan dengan Misi Universitas.

9). Menugaskan para Pengajar, Mahasiswa dan para penelit untuk meneliti berbagai penelitian ilmiah yang

terkait dengan Misi Universitas baik teori maupun praktek, dan konsistensi terhadap pusat-pusat

penilitian ilmiah yang di wajibkan.

10). Memanfaatkan sarana-sarana perhubungan dan pengetahuan untuk menyebar luaskan ilmu syar'iah

Dengan sarana pendidikan modern yang beragam. Seperti pendidikan terbuka dan sebagainya.

11). Memanfaatkan beragam ijtihad madzahib fiqhi islamiah yang di akui untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan individu, menyarakat dan Negara. Yang mempunyai lingkungan beragam yang

sensntiasa konsisten pada Al-Qur'an dan Sunnah dan mempersatukan umat menjadi umat yang satu.

IV. Keunggulan Universitas Al-Iman

  1. Keunggulan Ilmiah
    1. Universitas Al-Iman mempunyai jurusan pendidikan yang jarang di temukan di Universitas lain, seperti jurusan: Tazkiyah, Iman dan I'jazul Ilmi.
    2. Memberi mahasiswanya sebagian kitab-kitab kurikulumnya secara gratis
    3. Universitas mengayomi mahasiswa mulai dari kegiatan belajar, tarbiayah harian, yang di mulai setelah shalat subuh sampai ba'da asya'.
    4. Mencetak para Alumni yang hapal Kitabullah.
    5. Di Universitas tersedia Ma'had bahasa arab, bagi mahasiswa asing yang belum menguasai bahasa arab dan belum mampu mengikuti pelajaran di perkuliyahan.
    6. Asas Universitas yang membedakan tempat, antara mahasiswa dan mahasiswi jika dalam pelajaran yang sama maka di sediakan LCD ( Layar Lebar) bagi mahasiswi.
    7. Universitas mengajarkan kitab-kitab kurikulum secara tuntas.
  2. Keunggulan Pelayanan
    1. Universitas menyediakan Tempat tinggal bagi mahasiswa yang bersetatus bujang dan sebagian bagi yang berkeluarga.
    2. Universitas menempatkan para Dosen dalam lingkungan kampus, supaya memudahkan mahasiswa untuk beristifadah dari ilmu mereka.
    3. Terdapat dalam kampus Universitas, sekolah dasar bagi anak-anak para Dosen, pekerja dan mahasiswa yang berkeluarga.
    4. Universitas menyediakan makanan bagi mahasiswa di tempat makan yang khusus sebanyak tiga kali sehari secara gratis.
    5. Universitas menyediakan Klinik Kesehatan demi menjaga kesehatan warga Universitas.
    6. Universitas menyediakan sarana angkutan secara gratis bagi mahasiswa yang tinggal di luar kampus dan juga penyediaan angkutan bagi para mahasiswi dengan Nomor angkutan yang khusus.

V. Peraturan Pendaftaran dan Penenerimaan Mahasiswa Baru

  1. Syarat-syarat Pendaftaran untuk orang Yaman:
    1. Pendaftar mempunyai Ijaza SLTA atau yang sederajat
    2. Pendaftar berumur maksimal 22 tahun dan minimal 18 tahun.
    3. Pendaftar dalam keadaan sehat sehingga memungkinkannya belajar dengan baik, dengan bukti Rekomendasi kesehatan bebas dari penyakit berbahaya yang tidak dapat diobati.
    4. Mempunyuai laterbelakang yang baik dan berpegang tegu pada Al-Qur'an dan Sunnah dengan bukti Rekomendasi dari dua orang Ulama yang di kenal oleh pihak Universitas.
    5. Nilai rata-rata Pendaftar waktu SLTP atau sederajat tidak kurang 60%.
    6. Pendaftar menghadiri Ospek dan dinyatakan lulus.
    7. Pendaftar telah mehapal Al-Qur'an minimal lima juz terakhir (26-30).
  2. Syarat-syarat Pendaptaran bagi Mahasiswa Asing:
    1. Disyaratkan semua syarat yang terlampir diatas kecuali:

a. Syarat hapalan lima juz Al-Qur'an

b. Syarat umur maksimal 25 tahun.

    1. mendapatkan surat muafaqah (persetujuan) dari pihak KEDUTAAN untuk kuliyah di Universitas Al-Iman.
    2. Legalisir Ijazah SLTA atau sederajat oleh pihak KEDUTAAN dan Imigrasi Negara Yaman
  1. Berkas yang Dipinta dari Pendaftar

Terhadap Calon mahasiswa Universitas harus menyerahkan persyaratan berikut:

    1. Ijazah Asli SLTA atau yang sederajat.
    2. Photo Kopy Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga bagi mahasiswa Yaman dan Photo Kopy Pasport bagi mahasiswa asing.
    3. Rekomendasi Ulama yang di kenal, dan untuk mahasiswa asing Rekomendasi dari lembaga pendidikan islam, jika sulit maka dari salah seorang Ulama
    4. Empat lembar Photo calon mahasiswa, ukuran 6x4.
    5. Pengantar dari KEDUTAAN bagi mahasiswa asing.

B. INFORMASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU DAN PELAYANAN JASA IKARUS YAMAN

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufik serta hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muahammad SAW. Beserta sahabat, keluarga dan pengikut setia beliau sampai hari kiamat.

Sehubungan dengan berita tentang yaman, kami akan menjelaskan beberapa hal yang di anggap sangat penting untuk diketahui bagi semua yang ingin melanjutkan study di yaman.

Perlu diketahui bahwa yaman adalah Negara Arab yang bertetangga dengan Saudi Arabia, penduduknya ± 25 juta jiwa, sangat sedikit dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia, dan kondisi cuaca sangat dingin, pada puncak musim dingin suhu udara berkisar 10-15 C°, terutama di Sana'a (Ibu kota Yaman) yaitu tempat kita belajar sekarang, sedangkan lingkungan alamnya yang khas Negara arab, terkesan gersang dan di kelilingi dengan gegunungan batu, kondisi politik pemerintahan dan keamanan bisa di bilang tidak menentu kadang A dan kadang B, tetapi kondisi masyarakat sangat menjaga nilai-nilai syari'at sengingga sangat kondusip bagi penuntut ilmu syar'i.

Sebagai gambaran study di sini,kita mengambil siasat kuliah di dua Universitas, di Univ. Al-Iman dan Univ. Wathoniah. Kenapa demikian?...

Karena Belajar di Universitas Al-Iman tujuan yang utama, selain di sinilah tempat berkumpulnya para ulama-ulama Yaman, disini juga semuanya gratis, tidak ada biaya apapun, mulai dari iuran kuliah, asrama,dan makan, kecuali buku kita beli sendiri (sebagiannya), akan tetapi yang menjadi permasalahan di Univ. Al-Iman ini adalah Pemerintah Yaman yang mendapat tekanan dari Negara Amerika, yang memfitnah bahwa pimpinan Univ. ini terkatagori orang yang ada hubungan dengan kejadian 11 september 2002 (WTC), sehingga mereka membekukan semua dana dari para donatur yang masuk ke Univ. ini. Sebagai dampaknya bagi orang-orang asing yang belajar di sini tidak mendapatkan izin tinggal dari Univ. Al-Iman sendiri. Jadi untuk menyiasati semua itu, kita juga harus mendaftar di Universitas lain, supaya dapat menjamin keamanan selama masa stady. Sebenarnya sebelum pasca kehancuran WTC tahun 2002 disini juga ada izin tinggal, kita disini selalu berdoa semoga ada perubahan sebagaimana semula.

nah!!! Pengambilan izin tinggal di Universitas lain tidak ada yang gratis, semuanya harus bayar, total iuran / tahun yang berkisar ±$500 Di Universitas Wathoniah, kita bisa hanya ikut intisab (ikut ujian saja). Jadi kita masuk kuliya di Universitas Wathoniah hanya sebulan sebelum ujian. Karena kita lebih memfokuskan kuliah di Univ. Al-Iman.

Untuk kondisi belajar di universitas Al-Iman betul-betul kondusip dan terkondisikan untuk menuntut ilmu syariat, begitu juga kedisiplinan Universitas dan keahlian para Dosennya dalam mentransfer maklumat kepada para mahasiswanya.

Bagi yang berminat melanjutkan study di Universitas ini maka kami menghimbau agar tulisan ini betul-betul dibaca dan dipahami. Supaya nantinya tidak menimbulkan kesalah pahaman maupun penyesalan, karna kita di sini hanya ingin saling membantu dalam kebaikan.

Akhirnya kalau ada kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini kepada Allah kami mohon maghfirah serta taufik-Nya ke jalan yang lurus.

و الســــــــــلام علــــيكم و رحمة الله و بركـــاته ...

Sana'a, 23 juni 2009

Mengetahui,

Ketua Ikarus Yaman Ket.Dep. Transkoperma

( Amien Rachman) (M. Arif Hidayat)