Selasa, 27 Oktober 2009

Upaya menghilangkan stigma Radikalisme 2

"Apakah Mahasiswa Indonesia di yaman Radikal ???" Pada Hari Sabtu, 24 Oktober 2009, di Kantor KBRI Sana'a Yaman Polemik serta lontaran panas mengenai mahasiswa Indonesia di Yaman, yang dikenal sebagai mahasiswa Indonesia yang radikal, sungguh memilukan, dan membabat habis citra mahasiswa dan seluruh unsur kenegaraan Indonesia yang berada di Yaman. Hal itu terjadi karena disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, dan ulah manusia yang hanya sebatas mengikuti hawa nafsu dan kepentingan pribadi/golongannya semata. Bukan hanya sebatas kekhawatiran akan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa Indonesia di Yaman, akan tetapi hal ini juga nantinya akan sangat mengganggu stabilitas keamanan, pendidikan, ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan daya konsentrasi belajar mahasiswa, dan jika hal ini dibiarkan terus menerus pada akhirnya nanti juga akan berakibat pada rusaknya kedaulatan, persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia yang kita cintai. Namun demikian mahasiswa Indonesia di Yaman tetap memiliki sebuah power untuk menyikapi dan mencari solusi atas hujatan, lontaran dan stigma negatif yang tidak sedap di dengar, atas dasar problematika di atas Dewan Pengurus Wilayah Sana'a Persatuan Pelajar Indonesia (DPW-S PPI Yaman), memandang perlu merumuskan sebuah jalan konkret, tepat dan akurat untuk mematahkan stigma-stigma yang sedang berkembang itu. Beberapa langkah yang ditempuh mahasiswa Indonesia di Yaman, yang dikemas oleh suatu wadah organisasi pelajar (DPW-S PPI Yaman), yaitu dengan cara memberikan motivasi untuk meningkatan prestasi belajar, meningkatkan nilai-nilai dasar akhlaqul karimah, dan dengan cara publikasi pernyataan sikap melalui beberapa media masa, juga lewat jalan yang baru saja kita tempuh yaitu seminar, dengan mengusung tema "MENGHILANGKAN STIGMA RADIKALISME DIKALANGAN MAHASISWA INDONESIA DI YAMAN" atas kerja sama seluruh mahasiswa Indonesia di Yaman di bawah naungan DPW-S PPI Yaman dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yaman. Seminar kali ini cukup berbeda dengan seminar-seminar sebelumnya, seminar yang di buka langsung oleh bapak Duta Besar Republik Indonesia di Yaman Drs Nurul Auliya, dikemas sebagai bentuk kepedulian kita terhadap keutuhan ukhuwah Islamiyyah serta kemajuan dan stabilitas bangsa Indonesia ini dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama yaitu penyampaian tentang bagaimana ulama memandang radikalisme dalam beragama, yang langsung disampaikan oleh ulama' besar Yaman Syekh Abul Hasan Al-Ma'ribie, dengan harapan agar bisa menjadi modal dasar kita untuk menyikapi radikalisme dalam beragama yang ada di Indonesia yang akan di bahas pada kategori acara seminar yang kedua yaitu penyampaian sikap mahasiswa Indonesia dari tiap-tiap lembaga dan universitas yang ada di Yaman yang diwakili langsung oleh Ust Uwaisul Qurni (Al Eman University), Ust Imam Mahmudi (Hudaidah University), Ust Abu Kholil (Ma'reb University) dan Ust Abdul Wahid (Andalus University), serta tanya jawab dengan moderator Bakroni Latar, notulen Ust Mulyadi Ramelan, ketua OC Marchumi Rumambay dan di komandoi oleh ketua DPW-S PPI Yaman saudara Muhlisin Mualim. Seminar tersebut dihadiri lebih dari 150 orang dari berbagai macam lapisan masyarakat Indonesia yang ada di Yaman, mulai dari pejabat KBRI, Mahasiswa, Ibu-ibu Dharma wanita, dan beberapa undangan dari kalangan mahasiswa asli Yaman, serta beberapa tamu undangan lainnya. Acara seminar berjalan dengan lancar, tertib dan aman, dimulai dari pukul 08.30 pagi hari sampai pukul 16.14 sore waktu setempat, banyak faidah yang didapatkan oleh mahasiswa Indonesia di Yaman, selain suasana haru dan keakraban yang sangat kentara antara aparatur negara dengan Mahasiswa dan orang-orang Yaman yang hadir, meski selama ini kita jarang bertatap muka mengingat tempat yang berjauhan antar-Universitas, melalui seminar ini kita juga bisa saling share dan berbagi pandangan tentang apa itu radikalisme dan bagaimana kita menghasilkan sebuah solusi konkrit untuk berlepas diri dari fenomena aktifitas label radikal yang selama ini menjadi polemik yang sangat signifikan di kalangan mahasiswa Indonesia di Yaman. Karena fenomena seperti itu menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah mahasiswa Indonesia di Yaman itu seluruhnya radikal, hanya gara-gara ulah satu orang alumni mahasiswa Indonesia yang pernah kuliah di yaman, disinyalir terkait dengan kasus pengeboman di hotel Marriot Jakarta, lantas masyarakat Indonesia mengecam bahwa Mahasiswa Indonesia di Yaman itu radikal. Kecaman seperti itu tentu tidaklah bijak, karena satu orang yang melakukan suatu kesalahan tidaklah bisa dijadikan sebagai justifikasi bahwa mahasiswa Indonesia yang belajar di Yaman semuanya radikal. Seminar yang di gagas oleh Dewan Pengurus Wilayah Sana'a Persatuan pelajar Indonesia (DPW-S PPI Yaman) ini diharapkan dapat membawa angin segar bagi semua Pelajar dan mahasiswa Indonesia di Yaman, atas adanya distorsi informasi di tengah masyarakat yang berlarut panas itu, karena seminar tersebut secara langsung menunjukan cermin radikal atau tidaknya mahasiswa Indonesia di Yaman. Dari seminar yang digelar oleh DPW-S PPI Yaman dihasilkan beberapa konklusi atau pernyataan sikap sebagai berikut: 1. Mahasiswa Indonesia di Yaman mengecam keras apapun bentuk tindakan yang mengarah kepada radikalisme, karena radikalisme sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam. 2. Islam mengajarkan kedamaian, Islam merupakan potret keselamatan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian, sistem penyebarannyapun penuh dengan kedamaian, dan kearifan, seperti apa yang telah di contohkan oleh Rosulullah SAW. 3. Islam tidak meyakini dan membenarkan agama lain akan tetapi Islam menghargai dan mengakui keberadaannya, serta menghormati dan toleransi terhadap pemeluknya. 4. Islam adalah Islam, tidak ada label radikal, teroris, pluralis, dan lain sebagainya, label seperti itu hanya sebatas stratak orang Yahudi dan Nasrani yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan ummat Islam. 5. Pemakalah, nara sumber, peserta seminar dan semua yang hadir sepakat bahwa mahasiswa Indonesia di Yaman bukanlah tipe Mahasiswa yang radikal, 6. Latar belakang adanya gejala radikalisme disebabkan karena kurang fahamnya terhadap arti penting ilmu syariat, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam dari sumbernya tentang ilmu tersebut. 7. Kewajiban para alim ulama, tholabul Ilmi, Mahasiswa, aparatur pemerintah, dewan guru, dan seluruh warga negara Indonesia untuk dapat mentarbiyah/mendidik, atau memberikan suatu pemahaman yang baik dan benar tentang syariat Islam. 8. Rujukan yang benar dalam menyikapi polemik seperti itu adalah dengan melihat manhaj pembelajaran pada masing-masing Universitas tempat kita belajar, dan didapatkan bahwa tiap tiap Universitas tidak terlepas dari Al-Qur'an dan Assunnah, selebihnya jika tindakan alumni Mahasiswa tersebut melenceng dari apa yang telah diajarkan, itu diluar tanggung jawab Universitas dan tidak ada sangkut pautnya dengan Unversitas dimana ia belajar. 9. Imbauan keras terhadap seluruh warga negara Indonesia di tanah air tercinta agar tidak cemas, waswas, bahkan fhobia dan sejenisnya dengan kehadiran alumni Mahasiswa Indonesia dari Yaman, karena Mahasiswa Yaman tidaklah ekstrim atau radikal sebagaimana stigma yang sedang berkembang saat ini, karena itu hanyalah tindakan sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab. Dan diharapkan semoga seminar ini akan menjadi ajang yang dapat membangun motivasi dan semangat juang positif untuk persatuan Ummat serta kemajuan negara dan akan menjadi wacana yang dapat membuka mata kita lebih luas dalam mengenal semua masalah ummat dan negara dan mengetahui bagaimana cara kita bisa ikut berkontribusi. Muhlisin Mualim Ketua DPW PPI Yaman-Sana'a uchien_elmuallim@yahoo.com

Senin, 26 Oktober 2009

upaya menghilangkan stigma radikalisme 1

Pekan lalu Rabu (6/10) saya selaku perwakilan dari Persatuan Pelajar Indonesia Yaman bersama empat orang dari perwakilan KBRI Yaman-Sana’a mengadakan kunjungan silaturahmi di Provinsi Ma’rib Yaman sekaligus melakukan upaya mencari jalan keluar dalam memperbaiki kembali citra mahasiswa Yaman dimata masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya terlepas adanya distorsi informasi yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam kunjungan tersebut kita sempat mengadakan dialog dengan seorang pakar yaitu Syaikh Abu Al-hasan yang telah menerbitakan berbagai macam buku, kaset dan juga sering di undang pada even-even internasional yang berkaitan dengan radikalisme dalam beragama. Dalam dialog tersebut beliau mengatakan bahwa radikalisme dalam beragama bukanlah tindakan yang bisa di benarkan, dan beliau siap bekerjasama dengan pihak manapun untuk menyingkirkan semua itu, kita telah melakukan berbagai upaya dan tindakan preventif untuk meminimalisir hal tersebut meskipun hasilnya belum maksimal, terlebih lagi tindakan kekerasan yang mengatas namakan agama, karena saya yakin semua orang menginginkan keamanan, baik itu rakyat, pejabat, orang kaya, orang miskin bahkan semua makhluk yang ada di langit dan bumi ini..karena keamanan merupakan tangga untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat, dengan keamanan kita bisa menjalankan ibadah tanpa rasa takut, kita juga bisa mencari rejeki dengan keleluasaan tanpa adanya kegelisahan. Kesalahan yang ada didalam pemerintahan seharusnya diselesaikan dengan komunikasi, mendiskusikanya, menerangkan apa yang salah dan memperingatkanya dengan cara yang lebih baik supaya Amar ma’ruf yang secara subtansinya mengajak kepada hal yang baik tetap menjadi baik dan bukan malah memperburuk suasana. Berdakwah dengan mengebom, menghancurkan, dan merusak fasilitas yang ada tidak akan pernah menghasilkan apa-apa, jangankan orang Kafir bahkan ummat islam sendiri merasa phobia terhadap agamanya karena melihat tindakan-tindakan radikal yang di lakukan atas nama agamanya tersebut. Radikalisme dalam beragama saya pandang tidak ada baiknya sama sekali. Hal senada juga di ungkapkan oleh salah seorang mehasiswa senior disana yang mengatakan bahwa radikalisme hanya akan merusak citra islam itu sendiri, islam yang sejatinya memberikan rahmat bagi seluruh alam ternodai dengan tingkah sebagian oknum yang mengatas namakan agama, paparnya. Setiap orang memang diberi kebebasan untuk memilih jalanya sendiri, tapi juga harus diingat, bahwa jalan yang kita pilih juga menyangkut nasib orang lain dan kita dari PPI Yaman selaku organisasi induk bekerjasama dengan KBRI yang menaungi semua masyarakat, pelajar dan mahasiswa Indonesia disini akan terus melakukan usaha untuk menghilangkan stigma radikalisme tersebut, karena fenomena aktivitas label radikal itu akan semakin menjadi jadi jika kita biarkan. Puncaknya dalam waktu dekat ini tepatnya Sabtu (24/10) PPI Yaman Bekerjasama dengan Pihak KBRI Yaman akan mengadakan seminar dan mengangkat tema “ MEWUJUDKAN ISLAM YANG RAHMATAN LI AL-ALAMIN” dan dalam seminar ini, insyaAllah kita akan melibatkan semua lembaga pendidikan (terdapat di dalamnya mahasiswa Indonesia.red) baik yang formal maupun non formal yang ada di seluruh Negara Yaman untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan seminar ini. Yang bertujuan untuk mengkaji kembali radikalisme kontemporer menurut perspektif islam sekaligus memberitahukan kepada dunia bahwa kita cinta kedamaian. Muhlisin Mualim Ketua DPW PPI Yaman-Sana’a

Rabu, 21 Oktober 2009

Surat Terbuka Untuk Pak Presiden

Assalamualaikum Wr. Wb. Yth Bapak Presiden Republik Indonesia Saya adalah seorang bocah laki-laki berumur 10 th, saya mempunyai kakak perempuan berusia 12 th dan adik berusia 5 th. Kini kami bertiga telah yatim piatu dan sekarang sudah tidak bersekolah lagi, keadaan yang memaksa kami untuk hidup dijalanan, saya berdagang koran, kakak dan adik saya menjadi pengemis dan pengamen jalanan. Bermula dari Lumpur itu Dahulu sebelum bencana itu datang, keluarga kami masih mempunyai kehidupan normal, meski kami hanya hidup dalam rumah kecil dengan sedikit perabotan seadanya. Ayah seorang anak tunggal bekerja sebagai buruh, kemudian berhenti dan berwiraswasta membuka warung kelontong didepan rumah, sedangkan Ibu bekerja sebagai TKW di Timur tengah dan selalu mengirimkan uang tiap bulan kepada keluarga kami.

Kematian Ibu Enam bulan sebelum lumpur itu menghancurkan rumah kami, musibah terjadi menimpa ibu, Ia hampir diperkosa majikannya tetapi berhasil kabur keluar rumah setelah menusuk majikan nya itu dengan sebuah pisau buah. Tetapi keluarga majikan malah memfitnah ibu dengan fitnah keji, ibu dituduh merayu dan membunuh majikan. Ketika Ibu ditangkap dan didakwa dengan hukuman gantung, Ibu sangat syok, tiada yang membelanya karena semua bukti direkayasa. Pemerintah dalam hal ini KBRI tidak bisa memberikan pertolongan apa-apa, kecuali hanya sekedar simpati. Disana ibu berjuang sendiri, tidak ada yang perduli dengan dirinya yang hanya sebagai korban, dan pertolongan pemerintah sebagai tempat terakhir seakan-akan seperti pungguk merindukan bulan. Para petinggi itu seakan tidak peduli akan nasib ibu, tidak ada usaha untuk membuktikan bahwa ibu difitnah oleh majikannya. Dalam masa penahanannya, ibu mengirim surat-suratnya kepada kami, surat-surat yang membuat kami menangis setiap hari, membuat bapak selalu pingsan dan membuat si bungsu dan kakak perempuanku merintih setiap malam. Hanya aku sebagai anak lelaki yang paling besar yang berusaha tabah dan menyabarkan keluargaku. Hari-hari ceria berubah menjadi kelam, canda tawa kami seketika menghilang dalam gelapnya episode yang akan kami lalui nanti. Sampai suatu ketika dalam surat terakhirnya, ibu menyuruh bapak untuk tabah dan kuat untuk melanjutkan kehidupan keluarga kami, ia memilih jalan yang terhormat ketimbang mati dalam kondisi difitnah. Dua hari setelah itu, kami mendengar ibu tewas bunuh diri didalam penjara. Ternyata jalan terhormat itu yang dimaksud ibu dalam surat terakhirnya adalah gantung diri. Setelah kematian Ibu, kehidupan berjalan normal kembali dan bapak melaksanakan janjinya, ia tidak terlihat cengeng, bahkan lebih tegar, terbukti dengan niatnya berwiraswasta dengan membuka warung kelontong yang cukup ramai, bahkan bapak nekad meminjam uang untuk menambah modal usahanya. Ia katakan kepadaku kalau ingin besar harus berani mengambil resiko besar pula. Bencana itu Roda kehidupan berjalan bagai pedati menarik jerami, ia berputar kadang diatas dan kadang dibawah. Belum lama kami berhasil tersenyum kembali sejak kematian ibu, bencana yang lebih besar datang, kampung halaman kami terendam lumpur yang berasal dari pipa pengeboran perusahaan swasta.Lumpur itu melululantahkan rumah-rumah kami dan terpaksa kami menjadi pengungsi dikampung halaman sendiri. Rumah kami, sekolah kami, surau kami kini hilang ditelan bumi, memang katanya ada penggantian dari perusahaan itu, tapi ternyata penggantian itu hanya berlaku untuk rumah-rumah yang terdaftar di lembaga penanggulangan lumpur milik pemerintah dengan mengajukan surat-surat tanah, sedang rumah kami, rumah kecil warisan dari kakek kami, yang hanya terletak diujung jalan tidak pernah dihitung oleh mereka. Kami berusaha melaporkan kepada Pak RT, tetapi Pak RT sendiri kami tak tahu dimana rimbanya, beliau sudah pergi entah kemana karena rumahnya pun telah hilang. Ayah kami yang lugu tak tahu harus meminta tolong kepada siapa, dan ia bingung harus melakukan apa, bahkan ia sering berteriak-teriak seperti orang gila karena tak sanggup menahan beban derita yang berkepanjangan karena ganti rugi tak jua dibayar-bayar. Sampai pada suatu ketika, ia menyuruh kami untuk ke Jakarta meneruskan sisa-sisa hidup kami untuk menumpang kepada seorang kerabat ibu disana. Dibekali secarik kertas alamat dan sedikit uang kami bertiga pergi ke jakarta menumpang bus malam diantar tetangga kami. Sesampai di Jakarta, kami tak tahu harus kemana, kami pun tidak mengerti mengapa ayah menyuruh kami pergi ke kota besar ini, selain ia hanya bilang bahwa kita lebih baik tinggal bersama kerabat ibu yang tinggal disini. Ayah akan berjuang mendapatkan haknya untuk menuntut penggantian uang gantirugi atas rumah kami, begitu katanya sambil tertawa terbahak-bahak sambil menangis. Terakhir, kata tetangga kami ayah kami harus meninggal karena gantung diri sebab tak kuat lagi untuk menahan berat hidup. Di jakarta, kami luntang-lantung tak tahu harus kemana, sampai akhirnya kami dirazia oleh satpol PP karena disangka kami pengemis dan gelandangan. Dan memang saat itu, tanpa sadar bahwa kami memang telah menjadi gelandangan. Kami tak punya siapa-siapa di kota besar ini, rumah tempat tinggal kami dipaksa untuk hilang dari muka bumi, sekolah kami dan masa depan kami dirampas dengan paksa oleh orang-orang itu yang entah siapa mereka dan apa kesalahan kami. Yang kami tahu kami dan teman-teman kami tercerai berai oleh bencana itu, bencana yang oleh Bapak Presiden dibilang sebagai “Musibah” sedang bagi kami tetaplah sebagai bencana. Selepas dari pemeriksaan satpol PP, kami ditolong oleh seorang tua penjual koran yang juga tertangkap oleh petugas itu. Ia membawa kami untuk tinggal digubuknya yang sempit seraya berjanji untuk mencari alamat kerabat ibu kami. Digubuk yang terletak disamping rel itu, kami meneruskan sisa-sisa nafas kami, kami tinggalkan masa kanak-kanak kami dengan berjuang untuk bertahan hidup. Saat anak-anak yang lain bercengkerama dengan teman sekolahnya, adik kami yang seharusnya duduk dibangku TK, terpaksa berlari-lari dijalanan untuk mengemis dari satu kendaraan ke kendaraan lain tak peduli kaki mungilnya menghitam dan rambut kritingnya memerah karena sengatan matahari. Setiap ada kendaraan yg lewat dan berhenti, tangan kecilnya tak lupa untuk menengadah berharap ada pengendara yang berbaik hati memberikan sedekahnya. Sedangkan aku, berdiri dan berlari-lari diperempatan jalan sambil meneriakan koran yang aku jajakan sejak subuh tadi, semoga ada pembeli yang mau membaca koranku pagi ini. Dan kakakku, karena ia memiliki suara merdu, ia menjadi pengamen jalanan dengan sebuah kericikan ditangan. Ia yang seharusnya duduk di bangku SMP dengan kecerdasan yang dimilikinya, seharusnya bisa merenda masa depan yang lebih baik. Semua pekerjaan itu kami lakukan dengan terpaksa, dari pagi hingga malam demi menyambung hari esok, demi menggapai impian-impian anak-anak kecil seperti kami. Bapak Presiden yang saya hormati. Karena seringnya membaca koran, kini aku menjadi tahu tentang siapa dirimu, dan apa saja yang bisa engkau lakukan dengan kekuatan hebat yang engkau miliki. Karena sering membaca koran itu juga aku bisa menulis surat ini untuk mu, Ternyata engkaulah orang yang selama ini aku cari-cari. Engkaulah orang yang bisa merubah nasib kami dengan sekali perintah saja, orang yang memiliki kesanggupan untuk merubah dunia ditangannya. Orang yang bisa merubah nasib Ibuku jika saat itu ia mau tahu dan membantu dengan bantuan hukum, orang yang bisa mengembalikan rumah kami yang hilang terendam lumpur, orang yang bisa menyembuhkan sakit gila ayahku, orang yang bisa menyekolahkan si bungsu adikku, juga aku dan kakakku, orang yang bisa menampung anak-anak seperti kami dalam rumah yg nyaman, orang yang bisa membuat cerah masa depan kami dan ribuan anak-anak jalanan lainnya yang terjebak dalam kondisi ini bukan karena inilah nasib mereka, tetapi karena dipaksa oleh orang dewasa yang tidak berprikemanusiaan. Bapak Presiden, yang aku kagumi, Pagi ini setelah melihat berita engkau dilantik, aku ingin engkau menggunakan kekuatan hebatmu untuk membantu kami menemukan kembali kebahagiaan kami yang hilang. Mengembalikan keceriaan sibungsu, memuluskan kembali jari-jari tangannya yang terbakar aspal dan memutihkan kembali mukanya yang tertutup debu jalanan. Juga mengembalikan tawa riang kakak kami yang menghilang sejak ayah sakit jiwa dan menyegarkan kembali wajahnya yang cantik dengan untaian senyumnya seperti beberapa tahun lalu. Juga membantuku mewujudkan cita-cita Ibu dan harapan ayah pada diriku untuk menjadi orang yang berguna bagi sesama. Engkau Juga adalah orang yang bisa melindungi anak-anak seperti kami yang terpaksa mencari nafkah dijalanan, dari jeratan undang-undang ketertiban milik pemda yang senantiasa bisa menjerat kami kedalam penjara. Bapak Presiden yang aku hormati, Jika engkau tidak bisa menggunakan kekuatan hebatmu untuk kami, tidak mengapa, aku tidak akan marah, begitu juga adik dan kakak ku. Kami terbiasa tidak meminta kepada orang lain, kami terbiasa tidak menggantungkan hidup kepada manusia lain. Keluarga kami terbiasa hidup keras dan tidak lemah. Satu-satunya tempat bergantung kami hanyalah Allah, Tuhan pemilik dunia ini, itulah yang sering almarhum ibu sampaikan kepada kami, untuk menghibur diri kami saat kami jauh darinya. Jika engkau sulit untuk mewujudkan harapan kami, juga harapan ribuan anak jalanan lainnya, juga harapan jutaan kaum yang senasib dengan kami, kami hanya meminta kepada engkau untuk mengaminkan doa kami saja, semoga kami bisa menggantikan posisi engkau ketika kami dewasa nanti. Karena kami ingin menolong orang yang bernasib seperti ibu kami, kami ingin menolong orang yang senasib dengan keluarga kami, juga keluarga-keluarga lainnya yang kurang beruntung hidup dinegeri ini. Sampaikan salam kami untuk para pembantu engkau, agar beliau juga mengamini doa kami, agar kami dapat menggantikan posisi mereka kelak jika kami besar. Agar Si bungsu kelak akan tercapai cita-citanya menjadi orang yg menyayangi orang lain dengan sepenuh hati seperti sayangnya pak tua penjual koran itu kepada kami, setiap pagi ketika hidup mulai bergulir kembali. Bapak Presiden yang kami hormati, semoga engkau membaca surat kami. Wassalamualaikum Wr.Wb. Dari anak negeri yg terhempas di jalanan karena nasib yang kurang beruntung. 20 Oktober 2009, Tengah malam bertepatan dengan pelantikan Presiden/Wakil Presiden RI periode 2009-2014 Rojali. Sumber : http://rojalidahlan.blogspot.com/2009/10/surat-terbuka-untuk-bapak-presiden.html